Masalah Sosial? Perguruan Tinggi Mesti Berperan

Peran Perguruan Tinggi (PT) bisa menjadi jembatan percepatan penanganan masalah sosial.

oleh Liputan6 diperbarui 12 Sep 2014, 19:30 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2014, 19:30 WIB
Unimor: Belajar Tidak akan Berhenti Hari Ini
Sejak tahun 2000 sampai dengan wisuda hari ini Universitas Timor telah meluluskan 4591 sarjana dari berbagai disiplin ilmu

Liputan6.com, Jakarta Peran Perguruan Tinggi (PT) bisa menjadi jembatan percepatan penanganan masalah sosial. Dalam Tri Dharma PT berfungsi sebagai alat praktik keilmuan dan melatih kepekaan sosial.

“PT adalah tempat untuk menimba ilmu, akhlak, ilmu pengetahuan, serta melatih kepekaan sosial, “ kata Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri saat memberi kuliah umum di Universitas Sultan Agung Semarang, Jawa Tengah, Jumat (12/9/2014).

Permasalahan sosial terbagi dalm 7 kategori besar, yaitu kebencanaan, kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, ketunaan, keperpencilan, tindak kekerasan. Secara statistik angkanya masih tinggi, sehingga sebuah negara dikatakan sejahtera bila angka permasalahan sosialnya rendah.

“Kesejahteraan terukur dari cukup sandang, pangan, serta rasa aman. Saat ini, rasa aman menjadi sebuah keniscayaan dan rakyat membutuhkan ketenangan dalam menjalankan aktifitasnya, ” ujarnya.

Kondisi yang mengganggu rasa aman warga makin meningkat, seperti tawuran dan konflik sosial antarwarga meningkat. Ada 42 titik konflik sosial di Indonesia. Potensi besar ada di PT untuk terlibat aktif untuk mengatasi masalah sosial.

Salah satunya, dengan membantu membangun rumah layak huni bagi warga miskin, membantu peningkatan ekonomi warga rawan sosial ekonomi. Saat ini, ‎ mengacu pada orientasi kebutuhan pasar, jurusan jurusan menyesuaikan dengan keilmuan yang berkembang.

Tidak sedikit PT berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan tidak kalah terkait kurikulum. Kepada jajaran civitas akademika Universitas Sultan Agung agar langsung mengimplementasikan program Kementerian Sosial (Kemensos) di Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

“Kemensos di desa ini melakukan bedah kampung dalam program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni sebagai salah satu model memotong mata rantai kemiskinan, ” tandasnya.

Para mahasiswa bisa menimba pengalaman, sekaligus mempraktikkan ilmu dengan melatih kepekaan sosial agar tidak memandang negatif pada program pemerintah. Sebab, pengentasan kemiskinan dan penyelesaian masalah sosial membutuhkan langkah untuk memperpendek waktu penyelesaian.

Misalnya, untuk pengerjaan 1 unit rumah bisa dikerjakan oleh 100 orang dan membutuhkan waktu 5 hari selesai. Di desa ini, akan dibedah 25 unit rumah, artinya dalam waktu 3 bulan sudah selesai dan warga miskin memiliki rumah baru.

Bedah kampung adalah media untuk membedah masalah sosial lainnya, seperti kecacatan, keterlantaran dan tindak kekerasan. Terobosan Kemensos untuk menahan laju urbanisasi melalui kegiatan Desaku Menanti. PT bisa ikut serta dalam melakukan pendampingan atas dasar keahlian para mahasiswa.

“Diserakhan paket bantuan dari Kemensos Rp 355 juta untuk membedah 25 RTLH, 2 Kelompok Usaha Bersama (KUBE), 1 Sarana Lingkungan (Sarling), ” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Mensos Salim berpesan kepada Mensos baru untuk menyelesaikan masalah kesejahteraan sosial sebagai sebuah keniscayaan. Artinya, tidak semata atas alasan perundang undangan saja tetapi citra bangsa. “Kedigjayaan sebuah bangsa terukur dalam tiga hal, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan, ” katanya.

Selain itu, turut diserahkan paket bantuan RSTLH 100 unit Rp 1 miliar, Kelompok Usaha Bersama Usaha Ekonomi Produktif (KUBE- UEP) 10 kelompok Rp 200 juta, 2 Sarana Lingkungan (Sarling) Rp 100 juta dan bantuan alat bantu penyandang Disabilitas untuk 330 orang. Total bantuan untuk di Provinsi Jawa Tengah, Rp 1.773.525.000.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya