Liputan6.com, Jakarta Permasalahan sosial semakin kompleks dan dinamis menuntut tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) handal di bidang pekerjaan sosial (peksos).
“Peksos menjadi faktor strategis dalam perubahan sosial masyarakat, sehingga dalam pegaulan global yang difasilitasi organisasi-organisasi internasional telah mendorong pendidikan peksos melibatkan diri dalam perubahan tersebut, ” kata Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri pada Wisuda Magister Pekerjaan Sosial Spesialis ke-7 dan Sarjana Sains Terapan Pekerjaan Sosial Ke-48 Tahun Akademik 2014/2015 di STKS Bandung, Selasa (14/10/2014).
Baca Juga
Menghadapi hal itu, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) dituntut meningkatkan kualitas agar mampu menghasilkan peksos berkompeten dan profesional.
Advertisement
Calon peksos mesti memiliki keyakinan dan kesungguhan mempraktikan ilmunya secara profesional. Dengan kemampunan itu, peksos bisa bekerja tidak hanya di lembaga pemerintah, juga di berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM/NGO) nasional dan internasional.
“STKS harus mengembangkan pendidikan yang responsif terhadap kebutuhan yang bisa menyentuh permasalahan di masyarakat, “ ujarnya.
Selain itu, STKS harus meningkatkan kualitas pendidikan dan produktivitasnya, khususnya mengembangkan kompetensi pendidikan peksos sesuai kebutuhan dalam konteks lokal, nasional maupun internasional.
Salah satunya, yang cukup signifikan melalui praktik peksos dengan meningkatnya tuntutan akuntabilitas terhadap implementasi program-program pelayanan kesejahteraan sosial (kesos) dan berbagai tuntutan perlu direspon STKS secara positif.
Bagi para dosen, mahasiswa dan para lulusan perlu juga selalu melakukan kajian atau penelitian yang lebih inovatif tentang berbagai metode penanganan masalah kesos serta melakukan praktek berbasis bukti Evidence Based Practice (EBP).
Wisuda kali ini, bagitu istimewa karena bertepatan dengan 50 tahun STKS Bandung. Sebuah perjalanan yang membanggakan di tengah persaingan hadirnya lembaga pendidikan. STKS mampu bersaing dengan berbagai perguruan tinggi lain yang menyelenggarakan pendidikan peksos.
Hingga kini, STKS telah memenuhi kebutuhan peksos hampir 12.000, termasuk yang diwisuda kali ini dari kebutuhan peksos 155.000 orang. Sebagai bagian dari Kementerian Sosial (Kemensos) prestasi tersebut turut menyumbang atas kinerja secara keseluruhan.
“Alumni STKS sudah cukup banyak, namun masih butuh upaya agar ketersediaan alumni sesuai tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Juga, menjadi pekerjaan rumah dan tantangan bagi STKS dan para alumni, ” tandasnya.
Berbagai pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai peksos selama menempuh pendidikan di STKS Bandung diharapkan menjadi bekal untuk bersaing di dunia kerja. Berbagai tantangan tersebut, lebih berat dibandingkan di kampus, salah satunya pasar kerja, baik pemerintah, swasta dan masyarakat.
Tantangan pertama berasal dari pasar kerja. Peksos memiliki tugas meyakinkan pasar kerja dan masyarakat, bahwa alumni peksos adalah sarjana profesional yang mampu mengatasi masalah sosial, menjadi agen perubahan, serta memberdayakan masyarakat.
“Dengan bekal ilmu yang dimiliki menjadikan peksos orang-orang yang tepat bekerja untuk membangun kesejahteraan masyarakat, ” ujarnya.
Perlu diingat, bahwa STKS telah melengkapi peksos dengan ilmu peksos yang memadai. Saat ini, beberapa lembaga pemerintah atau swasta yang menafikan keberadaan peksos, maka peksos harus saling bahu membahu dengan STKS, Kemensos dan mitra peksos lainnya agar peksos tidak tertinggal dari profesi lainnya.
Tantangan kedua adalah soal penerimaan masyarakat. Peksos berbeda dengan profesi lain yang lebih dulu dikenal masyarakat, banyak masyarakat belum mengenal fungsi dan tugas peksos.
Padahal hasil kerja peksos yang tidak kasat mata, membuat warga masyarakat tidak dengan segera mengenali hasil kerja para peksos dan berbeda dengan dokter yang terkenal di masyarakat.
Bila masyarakat memahami esensi peksos, maka profesi ini akan melekat di hati masyarakat sama dengan kedokteran. Sebagai alumni baru peksos harus berusaha keras untuk turut memastikan masyarakat paham.
“Dua tantangan di atas, bisa diatasi dengan meningkatkan kualitas pribadi, kesiapan mental dan jaringan. Peningkatkan kualitas diri bisa dengan menempuh pendidikan lebih tinggi serta meningkatkan soft skill, ” ucapnya.
Tahun depan, diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Setiap peksos dan STKS sebagai bagian dari MEA dituntut bisa berperan aktif di lingkup global dan tidak bisa menghindar tapi harus dihadapi sebagai bagian dari perubahan, tantangan dan peluang.Dalam MEA diterapkan sektor-sektor prioritas yang disebut arus bebas tenaga kerja terampil.
Penduduk dari negara ASEAN bisa dengan mudah dan bebas memilih lokasi pekerjaan yang mereka inginkan. Pencari kerja akan memiliki kesempatan yang lebih besar, karena lapangan kerja tersedia dengan berbagai kebutuhan keahlian yang beragam.
“MEA sebagai momen penting bagi keberadaan profesi peksos. Peluang dan tantangan yang besar bagi peksos Indonesia untuk memasuki area peksos internasional dengan syarat mampu meningkatkan kapasitas kompetitif, ” katanya.
Para ahli peksos di berbagai negara melihat pentingnya praktik berbasis bukti. Berbagai penelitian, kepuasaan para penerima manfaat turut meningkat, serta mendorong peksos profesional melakukan perbaikan terhadap kualitas pelayanan dan program yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.