Liputan6.com, Jakarta Arab Saudi, tempat persinggahan ibadah umat Islam geger setelah sejumlah kasus sindrom pernapasan akut dari Timur Tengah atau MERS (Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) ditemukan. Meski bukan kasus baru karena ditemukan sejak 2012, namun virus ini terus menelan korban meninggal.
Hingga 19 Mei 2014 saja, Departemen Kesehatan Arab Saudi melaporkan jumlah korban MERS yang meninggal mencapai 169 orang. Jumlah itu merupakan sebagian dari 531 kasus MERS yang ditemukan di Arab Saudi.
Seperti dimuat Al-Arabiya, kasus terbaru adanya orang yang terjangkit MERS saat ini terjadi di Riyadh dan Jeddah. Karena itu, pemerintah Saudi mengimbau para warga lokal dan asing untuk berhati-hati.
Arab Saudi sebelumnya juga mengimbau para lanjut usia dan anak-anak agar tidak datang ke sana. Jika memang memiliki niat beribadah, ada baiknya untuk menunda. Para jemaah juga diimbau untuk selalu mengenakan masker demi mencegah epidemi.
Virus MERS dikabarkan telah menyebar ke negara lain, bahkan sampai Amerika Serikat. Menteri Kesehatan RI kala itu, Nafsiah Mboi menyatakan Indonesia masih bebas dari virus MERS yang mulai menyebar di 15 negara di dunia.
"Kasus MERS-CoV yang semula terjadi di Jeddah, kemudian meluas ke Mekah, Madinah, dan saat ini sudah menyebar ke 15 negara, dipastikan hingga saat ini belum masuk ke Indonesia," Nafsiah, 9 Mei lalu.
MERS disebut-sebut sebagai penyakit mematikan yang tengah menyebar saat ini. Virus tersebut mirip dengan Sindrom Pernapasan Akut Berat (Severe Acute Respiratory Syndrome/SARS). SARS mulai menyebar di Asia sejak 2003 dan menjangkiti sekitar 8.273 orang. Sekitar 700 orang di antaranya meninggal dunia.
MERS disebabkan oleh infeksi virus Corona, salah satu jenis virus yang masih berkerabat dengan virus penyebab SARS. Karena itu, gejalanya pun tak jauh berbeda dengan SARS, dengan indikasi utama seperti demam, bersin, dan batuk, yang akhirnya berujung pada kematian akibat beberapa komplikasi serius yang terjadi seperti Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dengan kegagalan multiorgan, gagal ginjal, koagulopati konsumtif, dan perikarditis serta pneumonia berat.
Banyak Isu Jemaah haji terkena MERS
Banyak Isu Jemaah haji terkena MERS
Mengantisipasi penyebaran MERS di Indonesia, Kementerian Kesehatan menegaskan bahwa negeri ini bebas MERS. Kendati demikian, pengawasan di sejumlah Bandara atau Pelabuhan terus diperketat.
Beberapa orang yang diduga memiliki gejala menjalani pemeriksaan. Sepertidua Jemaah Haji Jambi yang baru saja pulang menunaikan ibadah haji tahun ini diduga terinveksi virus Mers Cov yang kemudian dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi. Kemudian di Kediri dan Madiun. Bersyukur, dari semua kasus tidak ada yang terbukti MERS.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P, MARS, DTM&H, DTCE juga menegaskan bahwa hingga November lalu, belum pernah ada kasus Ebola maupun MERS-CoV di Indonesia.
“Bila ada yang baru datang dari negara terjangkit Ebola, lalu dia demam, maka belum tentu demam tersebut diakibatkan oleh virus Ebola, bisa saja dikarenakan penyakit lain. Namun memang, waspada dan kehati-hatian kita perlukan”, ujar Prof. dr. Tjandra.
Prof. dr. Tjandra menuturkan bahwa terdapat 4 gejala yang menjadi indikasi kuat seseorang terjangkit penyakit Ebola, khusunya bagi mereka yang baru saja pulang dari negara-negara terjangkit, yaitu: 1) Demam yang tidak diketahui penyebabnya; 2) Nyeri otot hebat; 3) Gangguan saluran pencernaan; dan 4) Manifestasi pendarahan.
Advertisement
Pengawasan diperketat
Pengawasan diperketat
Kementerian Kesehatan RI sudah siapkan rencana mengantipasi masuknya kedua virus tersebut saat kedatangan jemaah haji yang dimulai 9 Oktober 2014.
"Di airport-airport debarkasi jemaah haji, mulai tanggal 9 Oktober ini, kita mulai pasang thermal scanner serta juga ada petugas kesehatan," terang Wakil Menteri Kesehatan RI Ali Ghufron Mukti kepada rekan awak media di kantor Kementerian Kesehatan RI, Jakarta pada Senin (7/10/2014).
Tak berhenti disitu, kesehatan jemaah haji yang datang akan diamati selama dua minggu usai kedatangan dari Tanah Suci. "Dalam dua minggu itu sebenarnya kami ingin antisipasi korona virus dan ebola, jangan sampai kita kecolongan karena itu bahaya, sehingga kita terus monitor," terang Ghufron.
Sehingga, Ghufron menganjurkan kepada para jemaah haji sesudah sampai di Tanah Air untuk segera mendatangi dan memberitahu petugas kesehatan khusus haji yang sudah disiapkan Kementerian Kesehatan RI jika merasa mengalami gejala-gejala mulai sakit.
Selain mengantisipasi virus Ebola dan MERS-Cov, penyakit-penyakit lain yang disebabkan karena beribadah haji seperti respiratory diseases pun disarankan memberitahu petugas kesehatan. Terdapat 39 rumah sakit rujukan khusus haji yang telah dipersiapkan Kementerian Kesehatan.