Sosok Dibalik Prestasi Anak Down Syndrome Stephanie Handojo

Dukungan orangtua memberi pengarahan kepada anak down syndrome pasti berikan hasil, seperti yang dialami anak berprestasi Stephanie Handojo.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 22 Mar 2015, 22:08 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2015, 22:08 WIB
Sosok Dibalik Prestasi Anak Down Syndrome Stephanie Handojo
Stephanie Handojo (24) bersama sang ibu, Maria Yustina usai perayaan acara World Down Syndrome Day di Lapangnan Monas Jakarta, Minggu (22/3/2015)

Liputan6.com, Jakarta Jejak prestasi Stephanie Handojo (24) sudah ada dimana-mana. Mulai dari juara I di bidang renang gaya dada 50 meter Pekan Olahraga Nasional Special Olympic Indonesia 2010, gaya dada 50 meter Specual Olympics World Summer Games 2011 Athena, pecahkan rekor MURI bermain piano 22 lagu 2009, hingga pembawa obor Olimpiade London 2012.

Seabrek prestasinya itu jadi ajang pembuktian kepada masyarakat bahwa anak dengan down syndrome mampu lakukan banyak hal.
Dibalik prestasinya itu semua, sosok orangtua dalam membesarkannya menjadikannya seseorang yang berprestasi jadi titik penting. Sang ibu, Maria Yustina Tjandrasari ungkapkan bahwa mendampingi dan mengarahkannya merupakan tanggung jawabnya sebagai orangtua.

"Mengetahui Stephanie down syndrome sejak lahir, saya berkomitmen pada diri saya sendiri untuk tidak bekerja pada orang lain. Saya harus fokus sepenuhnya pada anak," terang perempuan yang akrab disapa Yustin usai acara peringatan Wold Down Syndrome Day yang digagas POTADS di Lapangan Monas, Jakarta pada Minggu (22/3/2015).

Yustin berjanji untuk membuat Stephanie menjadi sosok manusia mandiri. Meski tidak mudah memberi pengarahan dan penanganan pada anak down syndrome, lecutan semangat kembali muncul ketika keinginannya untuk membuat anaknya mandiri.

"Saya melatih motoriknya. Semua harus dilatih dan diarahkan mana yang boleh dan tidak boleh. Semuanya dilakukan dalam proses panjang," terangnya.

Salah satu hal yang dibutuhkan oleh anak-anak down syndrome adalah stimulasi agar ia bisa melayani dirinya seperti anak normal lainnya. Hingga akhirnya ia memasukan Stepahanie ke sekolah umum. Bahkan sejak SD hingga Sekolah Kejuruan Industri Pariwisata Perhotelan ia di sekolah umum.

"Saya tidak hanya persiapkan akademiknya tapi juga mentalnya," terang Yustin.

Keinginan untuk sekolah ini pun diungkapkan sendiri oleh Stephanie tanpa pernah ada sedikit paksaan dari ayah maupun ibunya. "Dia sendiri pernah bilang begini sama saya 'Ma, beri kesempatan Stephanie untuk sekolah ma'," ungkap Yustin.

Yustin mengaku tidak mudah memasukkan anak ke sekolah umum. Ia harus banyak masuk keluar sekolah dan menerangkan kondisi Stephani. Ditolak dan diejek itu dialaminya beberapa kali. Tapi harus dilakukan sebagai bentuk dukungan kepada anak.

Dukungan dari kedua adik Stephanie pun diberikan. Mereka bertiga selalu akur dalam berbagai suasana. "Saya tidak membedakan anak, saya memikirkan Stepahie untuk adik-adiknya juga. Jika belum mandiri, nanti bisa repot mereka," jelas Yustin.

 

Usaha Jasa Laundry

Tak ingin putri pertamanya bergantung pada orang lain, Yustin membuatkan usaha jasa laundry yang ditangani Stephanie didamping sang ibu. "Mencari pekerjaan bagi orang biasa saja sulit, ya lebih baik bagi Stephanie untuk membuka usaha sendiri," terang Yustin.

Kini, sudah ada tiga usaha laundry bernama Dress Care yang ditangani Stephanie di daerah Jelapa Gading. "Hingga saat ini usahanya lancar," terang Stephanie sambil tersenyum.

 

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya