Liputan6.com, Jakarta Sekitar 1 diantara 20 orang di dunia pernah mengalami halusinasi selama hidupnya. Yang menarik, halusinasi ini ternyata tidak berkaitan dengan obat-obatan, alkohol atau mimpi. Penelitian yang jadi bagian dari survei kesehatan mental Badan Kesehatan Dunia (WHO) ini melibatkan lebih dari 31.000 orang di 18 negara.
Mengutip laman Foxnews, Jumat (29/5/2015), peserta dalam studi ini dimintai keterangan. Misalnya, apakah mereka pernah mendengar suara-suara atau melihat hal-hal yang tidak ada, atau pernah mengalami delusi, seperti berpikir sedang diikuti.
Hasilnya cukup mengejutkan. Studi menunjukkan, halusinasi dan delusi tidak selalu terhubung ke penyakit mental yang serius seperti skizofrenia atau gangguan jiwa lain.
"Secara keseluruhan, hampir 6 persen orang yang disurvei mengatakan telah mengalami setidaknya satu kali halusinasi atau delusi dalam hidup mereka. Halusinasi biasanya paling sering daripada delusi atau sekitar 5 persen yang mengalaminya. Sedangkan 1 persen diantaranya pernah berkhayal," ujar rekan penulis studi di Queensland Brain Institute, Australia, Prof Dr. John McGrath.
Advertisement
Bagi kebanyakan orang dalam studi ini, pengalaman-pengalaman psikotik itu terjadi hanya satu kali. Dan sepertiga lainnya mengatakan, pengalaman tersebut terjadi dua sampai lima kali.
"Penelitian menunjukkan, tidak ada yang salah jika itu halusinasi atau delusi terjadi sekali atau dua kali. Tetapi jika ini terjadi berkali-kali, kami tetap merekomendasikan mereka untuk mengkonsultasikannya ke paramedis," kata McGrath.
Fakta lainnya, pengalaman psikotik ini cenderung terjadi pada wanita dibandingkan pria. Di antara perempuan yang disurvei, 6,6 persen mengalami halusinasi atau delusi dan hanya 5 persen laki-laki yang mengalaminya. Orang-orang juga cenderung memiliki pengalaman psikotik jika belum menikah atau menganggur.
Menurut National Institutes of Health, halusinasi bisa muncul dan normal biasanya setelah orang yang dicintai meninggal. Ada yang mengaku mendengar suara, atau melihat orang yang dicintai. Tapi ini dianggap bagian dari proses berduka.
Psikiater klinis di Lenox Hill Hospital di New York City, Dr Alan Manevitz mengatakan, halusinasi atau delusi bisa menjadi tanda masalah kejiwaan. Kondisi ini termasuk gangguan kepribadian, gangguan stres pasca-trauma, gangguan obsesif-kompulsif, tumor otak, gangguan tiroid, epilepsi, dan penyakit menular tertentu dan obat-obatan. Perempuan juga bisa mengalami postpartum psikosis (atau gejala psikotik setelah melahirkan) yang dapat mencakup halusinasi.
"Orang yang mengalami halusinasi atau delusi, tetap harus bicara dengan dokternya untuk melakukan tes agar tidak mengarah ke arah serius. Karena banyak orang dengan penyakit jiwa tidak tahu bahwa mereka memiliki masalah mental," kata Manevitz.
Studi yang dipublikasikan secara online di jurnal JAMA Psychiatry ini juga diharapkan dapat menjadi bahan penelitian lebih lanjut mengenai episode halusinasi dan delusi.