Ini Dia Penyebab Kenapa Anak Bisa Melakukan Kekerasan

Kriminolog Universitas Padjadjaran Yesmil Anwar mengungkapkan tiga hal yang menyebabkan anak melakukan kekerasan

oleh Liputan6 diperbarui 03 Sep 2015, 09:00 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2015, 09:00 WIB
Ini Dia Penyebab Kenapa Anak Bisa Melakukan Kekerasan
Kriminolog Universitas Padjadjaran Yesmil Anwar mengungkapkan tiga hal yang menyebabkan anak melakukan kekerasan

Liputan6.com, Jakarta Kriminolog Universitas Padjadjaran Yesmil Anwar mengungkapkan tiga hal yang menyebabkan anak melakukan kekerasan yakni sikap hedonis, anomi, dan imitasi.

"Pendidikan di rumah yang mengajarkan anak bersikap hedonis yakni segala sesuatunya berorientasi ke benda diantaranya ponsel menjadi salah satu alasan si anak melakukan kekerasan," kata Yesmil Anwar di Bandung, seperti dikutip Antara, Kamis (3/9/2015).

Menurut dia kekerasan yang dilakukan anak-anak akhir-akhir ini harus dicermati oleh semua pihak, setidaknya ada tiga penyebab anak berlaku kasar yakni anomi, hedonis dan imitasi.

Anomi yaitu kerancuan di mana harapan dan kenyatan terjadi kesenjangan. Kenyataan kondisi ekonomi orangtuanya serba kekurangan sementara harapan anak soal keinginannya harus sama dengan orang lain supaya tidak dilecehkan.

Ia memaparkan anak mudah melakukan tindak kekerasan salah satunya pembunuhan seperti yang dilakukan terhadap seorang siswa di Bandung.

Bila orang dewasa yang melakukan kekerasan dapat diketahui motifnya seperti dikarenakan uang, kekuasaan atau hubungan sosial seperti cemburu.

"Sementara untuk menelaah anak dengan menggunakan cara orang dewasa tersebut tentu tidak relevan," katanya.

Menurtnya anak-anak biasa bergrup yakni ingin sama dengan yang lain. Contohnya dengan android yang dimiliki korban memberikan ruang pada pelaku untuk memikirkan bagaimana cara mendapatkan dari korban.

Penyebab lainnya yakni imitasi, menirukan apa yang dilihat dan dicontohkan di lingkungannya sehingga pelaku dapat melakukan pembunuhan tersebut.

Yesmil mengatakan mulainya dari pengaruh lingkungan, bagaimana bisa si pelaku melakukan pembunuhan tersebut bila tidak melihat di lingkungan sebelumnya. Salah satunya dari media televisi.

"Dalam kasus ini peran lembaga formal tak bisa dilepaskan sayangnya lembaga pendidikan kita berorientasi pada kognisi, mengisi otak dengan ilmu pengetahuan yang membuat mereka bersaing agar bersekolah di sekolah negeri tapi tidak bersaing dalam moralitas baik," katanya.

Selain itu undang-undang bagi anak sudah memadai tapi sedikit jumlah penegak hukum sangat minim terutama dipelosok pedesaan dan kampung.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya