Liputan6.com, New York - Suatu keadaan kesehatan yang sangat jarang pada wanita adalah alergi kepada cairan mani. Dengan demikian, wanita tersebut terpaksa ‘alergi’ terhadap seks.
Dikutip dari arsip tulisan lawas di webMD pada Jumat (18/3/2016), seorang ahli alergi di kota New York menyarankan agar wanita yang alergi terhadap cairan mani suaminya lebih sering melakukan seks untuk mengatasi alergi tersebut.
Namun, upaya tersebut harus dibimbing oleh seorang dokter. Tanpa desensitisasi (proses kebas), hubungan seks penderita alergi malah bisa berujung maut.
Advertisement
Baca Juga
Menurut David J. Resnick, MD, wanita penderita alergi tersebut merasakan gatal, rasa terbakar, dan bengkak pada alat kelaminnya. Pada kasus yang parah, mereka bisa bentol-bentol atau malah kesulitan bernafas.
Dalam sidang American College of Allergy, Asthma, and Immunology beberapa tahun lalu, sang dokter dan rekan-rekannya memaparkan kasus alergi cairan mani yang diderita seorang wanita Puerto Rico. Untungnya, pasien menanggapi terapi kebas secara baik.
Penanganan masalah dilakukan dalam 2 bentuk.
Pertama adalah suntikan alergi dengan dosis rendah cairan mani pasangan sang pasien.
Cara lainnya adalah memberikan tantangan ke bagian dalam vagina secara perlahan. Dengan cara yang bisa berlangsung beberapa jam ini, seorang dokter memasukkan cairan mani pasangan ke dalam vagina pasien dengan jumlah yang meningkat setiap 20 menit.
Untuk kedua cara itu, pasangan suami istri tersebut wajib melakukan hubungan seks setidaknya 2 atau 3 kali dalam seminggu.
Kata Resnick melalui terbitan pers, “Kegagalan penanganan berkaitan dengan pasangan yang tidak sering melakukan hubungan seks yang memberi paparan ulang pasien kepada alergen (penyebab alergi).”
Lanjutnya, “Pasien yang tinggal tidak berdekatan dengan pasangannya dapat mendinginkan ataupun membekukan contoh cairan mani pasangan supaya mereka bisa melanjutkan paparan yang sering.”
Sebagai imunoterapi, suntikan alergi ataupun tantangan cairan mani harus dimulai di tempat perawatan yang dilengkapi, sehingga bisa merawat pasien yang sangat peka (hypersensitive). Ini untuk menghindari reaksi kaget secara anafilaksis.
Reaksi yang mengancam nyawa itu bisa terjadi ketika orang yang memiliki alergi bersentuhan dengan alergennya. Resnick menganjurkan agar para wanita penderita alergi cairan mani melengkapi diri dengan suntikan epinefrin.
Laporan tentang alergi cairan mani memang jarang dan kerap tidak dikenali. Menurut Resnick, biasanya pasien adalah wanita berusia 20-an.
Sekitar 41 persen wanita penderita alergi ini menunjukkan gejala pada persetubuhan pertamanya. Gejala-gejalanya cenderung memburuk setiap pemaparan ulang, kecuali kalau mereka menjalani penanganan pengurangan rasa kebas.
Perlu dicatat, menurut Resnick, alergi cairan mani bukanlah penyebab langsung kemandulan.