Liputan6.com, Jakarta Ketersediaan jamban masih menjadi salah satu program kesehatan pemerintah Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Data pemerintah TTS menunjukkan, dari 278 desa, baru 65 desa yang rumah-rumah penduduknya sudah tersedia jamban.
Penggalakan ketersediaan jamban pada 153 desa lainnya masih dilakukan. Menyoal jamban, ada beberapa faktor utama yang menyebabkan masyarakat Timor Tengah Selatan masih enggan memakai jamban.
Baca Juga
Survei Jelang Pencoblosan, Melki-Johni Unggul Pilkada NTT 2024 Kalahkan Yohanis Fransiskus-Jane dan Simon-Adrianus
Lomba Lari untuk Bantu Penyediaan Air Bersih di NTT dan Sulteng Diikuti 6800 Pelari
Survei LSI di Kabupaten Sikka: Juventus-Simon 36,4%, Suitbertus-Ray 24,4%, Diogo-Wodon 13,9%, Mekeng-Alfridus 6,1%
”Yang paling utama itu soal pola hidup dan budaya. Kebiasaan sehari-hari buang air besar sembarangan. Untuk mengubah perilaku itu yang paling sulit,” kata Bupati Timor Tengah Selatan, Paul Mella, saat berbincang dengan Health-Liputan6.com di Puskesmas Siso, Desa Biloto, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur pada Rabu (3/5/2017).
Advertisement
Cara mengubah perilaku tersebut dengan sosialisasi menggunakan gambar feses. Gambar feses itu disandingkan dengan makanan.
”Kami menunjukkan feses yang banyak dihinggapi lalat. Lalu lalat itu hinggap pada makanan. Dari situlah, kesan kotor akibat feses akan sampai ke makanan,” jelas Bupati Paul Mella.
Adanya sosialisasi tersebut ternyata mampu menimbulkan kesadaran pada masyarakat. Mereka menjadi ingin punya jamban.
Penyebab lainnya adalah sulitnya mengakses air bersih. Pada umumnya, masyarakat berpikir, bagaimana bisa menggunakan jamban sementara air bersih belum ada di rumah mereka.