Liputan6.com, Jakarta Kebohongan yang dilakukan Dwi Hartanto bisa dipicu karena sejumlah hal. Rena Masri, Psikolog Klinis Dewasa PION, mengatakan, bisa jadi karena ingin dilihat lebih akibat pengaruh dari gaya hidup.
"Saya tidak begitu mengikuti kasus Dwi Hartanto ini. Sehingga (secara spesifik) saya tidak mengetahu maksud dan alasan dia berbohong. Biasanya, orang bisa berbohong seperti dia hal-hal seperti itu," kata Rena saat dihubungi Health Liputan6.com pada Rabu, 11 Oktober 2017.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Rena, pengaruh gaya hidup hedon membuat seseorang ingin menjadi sosok yang diakui keberadaannya. Banyak cara akan dilakukannya, berbohong salah satunya.
"Tidak mudah mengetahui alasan bisa berbohong. Kita (psikolog) harus meng-interview yang bersangkutan. Tidak hanya dia, tapi juga keluarganya. Dari situ kita bisa dapat gambaran yang lebih komfrehensif," kata Rena.
Seorang anak yang sejak kecil ditanamkan arti kejujuran dan kedisplinan, kecil kemungkinan untuk tumbuh menjadi sosok seperti Dwi Hartanto yang melakukan kebohongan soal jati dirinya. Akan tetapi pada banyak kasus, orangtua seringkali tanpa sengaja mengajarkan anak buat berbohong, seakan-akan bohong adalah hal lumrah.
"Misal ada telepon yang masuk, dan yang mengangkat anak kita. Kemudian kita bilang ke dia 'Bilang saja bunda enggak ada'. Dari situ anak akan menangkap 'Oh, bohong it's oke'. Anak jadi tidak merasa bahwa bohong itu merupakan sebuah kesalahan," kata Rena menekankan.
Kebohongan Dwi Hartanto
Kebohongan yang dilakukan Dwi Hartanto terkuak saat dia menyebut dirinya sebagai asisten profesor di Technische Universiteit (TU) Delft, Belanda, dan mengaku telah meraih berbagai prestasi dan tengah mengerjakan proyek penting.
Dwi Hartanto yang ternyata lulusan S1 dari Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta, Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Informatika, malah mengaku sebagai lulusan Tokyo Institute of Technology, Jepang.
Mencari sensasi dan supaya dilihat sebagai orang yang hebat, kata Rena, menjadi alasan seseorang untuk berbohong.
"Biasanya orang berbohong itu terus-terusan, berkelanjutan. Dia bohong di cerita yang pertama, di cerita-cerita berikutnya pun dia harus mengingat kebohongannya itu. Terciptalah kebohongan berikutnya," kata Rena.
Akibat dari semua kebohongan itu, Dwi Hartanto tengah menjalani serangkaian sidang etik yang diselenggarakan di kampus Delft, Belanda, sejak dua hari yang lalu.
Advertisement