Liputan6.com, Jakarta Dokter yang menembak istrinya di Cawang, Jakarta Timur membuat geger masyarakat. Tak sedikit yang bertanya-tanya: "Bagaimana mungkin seorang suami menembak istri sendiri?"
Terkait kasus ini, psikolog forensik Reza Indragiri Amriel memiliki beberapa pandangan. Kemungkinan pertama, sepertinya rasionalitas pelaku saat beraksi tidak sedang optimal. Mungkin dia berada dalam kondisi sangat emosional seperti amarah, kebencian, sakit hati, atau frustrasi.
Baca Juga
Indra menuturkan, bila pelaku kejahatan yang rasional akan memilih modus paling efisien sekaligus aman. Pelaku kejahatan tipe ini masih memikirkan keamanan dirinya agar menghindari proses hukum. Berbeda halnya dengan dokter yang menembak istrinya tersebut.
Advertisement
"Untuk apa dia sampai keluarkan sekian banyak peluru, padahal satu saja sudah cukup. Malah banyak barang bukti. Untuk apa pula dilakukan di hadapan ornag banyak. Malah banyak saksi," kata Indra kepada Health-Liputan6.com pada Jumat (10/11/2017).
Beberapa informasi juga menyebutkan sebelum kejadian tersebut terjadi, pelaku melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Lalu, sang istri meminta cerai.
Menurut Indra, penembakan boleh jadi "hanya" sebuah titik ekstrem dalam spektrum KDRT. "Titik paling pojok kanan adalah KDRT yang membuat pasangan kehilangan nyawa," tuturnya.
Jika memang pelaku terbukti dengan sengaja melakukan KDRT hingga membuat nyawa melayang, harus dimintai pertanggungjawaban secara pidana. "Hukum berat, jika terbukti," tegasnya.
Berada di bawah pengaruh tertentu
Sisi lain, bisa saja tidak ada angin atau hujan seseorang langsung melakukan tindakan kekerasan fisik sampai membuat nyawa melayang. Hal ini hanya terjadi bila dia berada di bawah pengaruh-pengaruh tertentu.
"Mungkin hanya jika dia berada di bawah pengaruh zat terlarang atau sedang kesurupan, dia sampai hati berperilaku sedemikian ekstrem," kata Indra.
Advertisement
Perlu menelisik kejadian itu
Hingga kini pihak kepolisian tengah menyelidiki kasus penembakan dokter Helmi kepada istrinya, dokter Letty Sultri. Indra mengatakan perlu melakukan penelisikan sebab-musabab kejadian menyedihkan tersebut.
Dalam sekian banyak kasus, tidak sedikit istri atau perempuan yang menghabisi lelaki tapi divonis tidak bersalah dengan pembelaan diri berupa battered wife atau woman syndrome. Sementara, nyaris tidak ada lelaki atau suami yang bisa lolos dari pembelaan berupa battered husband/ man syndrome.
Jadi, tanpa mengabaikan hak korban akan keadilan perlu menelisik penyebab dokter tersebut melakukan penembakan.
"Mungkinkan suami sebelumnya berada di posisi teraniaya sehingga penembakan adalah sebuah peristiwa yang menandai dia tak sanggup lagi bertahan dalam kondisi teraniaya tersebut," tutupnya.