Tabrakan dengan Kecepatan Rendah Picu Gegar Otak?

Semakin tinggi kecepatan pada saat tabrakan, risiko gegar otak atau cedera otak meningkat. Namun, ada aspek lain yang perlu diperhatikan.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 17 Nov 2017, 15:00 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2017, 15:00 WIB
Ilustrasi Gegar Otak
Gegar otak mengakibatkan efek jangka pendek dan jangka panjang

Liputan6.com, Jakarta Gegar otak atau dalam bahasa medis disebut cedera otak bisa terjadi akibat tabrakan dengan kecepatan rendah atau tinggi. Artinya, penumpang yang tengah berada dalam mobil yang melaju dengan kecepatan rendah, bisa saja mengalami gegar otak bila bagian kepalanya membentur sesuatu. 

"Memang, semakin kecepatan tinggi, risiko terjadi benturan semakin besar, (yang berarti) semakin risiko cedera otak berat semakin besar. Namun, ada juga pengaruh lain, misalnya terbentur dengan apa atau posisi saat dalam kendaraan mengenakan seatbelt atau enggak," kata pakar neurologi dari Atmajaya Neuroscience and Cognitive Center, Yuda Turana.

Bila seseorang yang mengalami kecelakaan duduk di bagian tengah mobil, sesungguhnya risiko terbentur benda keras lebih kecil. Seperti diketahui, bila duduk di bagian tengah, ada banyak benda empuk dibanding duduk di bagian depan yang bisa terbentur dengan dashboard. Bisa saja ada benturan benda tumpul atau tajam yang kemudian membuat luka hingga gegar otak.

 

Saksikan juga video menarik berikut:

Mengecek luka

Bila ada luka, dokter akan mengecek kondisi luka hingga seberapa dalam perobekan. "Jika memang ada perlukaan, seorang dokter saraf biasanya akan mengejar (untuk mengetahui) ada cedera otak di dalam atau enggak. Untuk menyatakan cedera otak itu melihat dari fungsi dan strukturnya terlebih dahulu," tambah Yuda dalam sambungan telepon.

Untuk bisa mengetahui kondisi struktur, bisa dilihat dengan melakukan scanning, yakni MRI atau CT Scan. "Tantangannya adalah bila hasil scanning memperlihatkan struktur otak normal, apakah selalu fungsinya normal? Kan belum tentu," tambahnya lagi.

Jika kondisi begini, untuk melihat kondisi fungsi otak, dokter akan melihatnya secara klinis. Yakni dari tingkat kesadaran, fungsi kognitif terganggu atau tidak (melihat dari konsentrasi atau menjadi gampang lupa). Namun, pada pemeriksaaan fungsi kognitif ini kadangkala bisa subjektif.

"Pada kasus seperti ini, perlu assessment dokter ahli saraf untuk menilai pemeriksaan klinis yakni fungsi luhur otak, yang disesuaikan dengan pemeriksaan penunjang. Bukan semata-mata berdasarkan keluhan pasien," katanya lagi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya