Cari Solusi untuk BPJS Kesehatan, IDI Akui Sering Adakan Diskusi

PB IDI mengatakan bahwa pihaknya bersama dengan para stakeholder dan pemangku kebijakan terkait sudah sering mencari solusi terkait berbagai masalah yang menimpa BPJS Kesehatan

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 26 Mar 2019, 11:00 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2019, 11:00 WIB
BPJS Kesehatan
Ada 6 rumah sakit yang belum berkomitmen menerapkan verifikasi digital klaim (Vedika) BPJS Kesehatan. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Liputan6.com, Jakarta Banyak masalah yang masih menjadi tantangan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Salah satunya soal BPJS Kesehatan.

Menanggapi hal ini, Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Dr. Daeng M. Faqih mengatakan bahwa sesungguhnya, pihak-pihak terkait bersama para stakeholder sudah sering berdiskusi mengenai penyelesaian masalah yang dihadapi BPJS Kesehatan. Mulai dari defisit, skema Indonesia Case Base Groups (INA CBGs) hingga urun biaya.

"Jadi kalau kemarin ada cawapres yang mengatakan bahwa dalam 200 hari dia akan mencari akar masalah BPJS Kesehatan, lalu saya ditanya, sekarang saya sudah tahu akar masalahnya," kata Daeng dalam diskusi bertajuk "Evaluasi Kinerja BPJS Kesehatan dalam Aspek Pelayanan Pasien" yang diadakan di Menteng, Jakarta pada Senin (25/3/2019).

Saksikan juga video menarik berikut ini:

 

Masalah Anggaran

BPJS Kesehatan
Verifikasi digital klaim BPJS Kesehatan sudah diterapkan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta sejak 14 Maret 2018. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Daeng mengakui bahwa memang akar masalah yang pertama adalah soal anggaran. Dia mengatakan, mereka akan terus menghitung dengan serius biaya yang mencukupi.

"Yang cukup itu yang memenuhi kualitas pelayanan yang sehat," kata Daeng menambahkan. Hal ini diakui sudah dibahas sejak lama. Namun, dibutuhkan standar pelayanan dasar yang sah untuk bisa menentukan hal ini.

"Memang sementara ini hitungannya hanya hitungan statistik, jadi dari rumah sakit swasta seperti ini lalu dari pemerintah, ditarik jalan tengahnya," kata Daeng menjelaskan. Dia menambahkan bahwa apabila dana yang diberikan cukup, apapun yang harus dilakukan bisa terasa lebih ringan. Termasuk soal permasalahan terkait industri obat-obatan.

Selain itu, adanya transisi dari pelayanan yang belum JKN ke JKN juga diakui memiliki pengaruh terhadap JKN itu sendiri.

"Ini yang mau dirubah sekarang, oleh semuanya stakeholder," kata Daeng menjelaskan. Misalnya soal Rencana Kebutuhan Obat, saat ini tidak hanya pemerintah yang harus bergerak soal ini. Pihak-pihak terkait juga ikut terlibat, khususnya dalam perhitungan.

Ke depannya, IDI bersama dengan pihak-pihak lain seperti Kementerian Kesehatan serta BPJS Kesehatan akan terus mengadakan diskusi lanjutan. Baik mengenai masalah klinis, maupun soal JKN.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya