Liputan6.com, Jakarta Polusi udara berisiko mengurangi harapan hidup anak-anak rata-rata hingga 20 bulan. Terutama, mereka yang hidup di negara-negara Asia Selatan seperti India dan Pakistan.
Laporan State of Global Air (SOGA) 2019 terbaru menyebutkan bahwa polusi udara adalah faktor kematian kelima terbesar di dunia. Masalah itu dinyatakan lebih mematikan ketimbang alkohol, kekurangan gizi, serta narkoba.
Baca Juga
Mengutip CNN pada Senin (8/4/2019), negara yang paling berisiko berada di Asia dan Afrika. Penyebabnya adalah tingginya tingkat partikel penyumbat paru (PM 2,5; partikel polusi udara berbahaya yang berdiameter lebih kecil dari 2,5 mikrometer) serta penggunaan bahan bakar seperti batubara dan arang untuk perumahan.
Advertisement
"Meningkatnya beban penyakit akibat polusi udara adalah salah satu tantangan utama yang dihadapi pemerintah nasional dan pejabat kesehatan masyarakat, dengan implikasi yang luas bagi ekonomi nasional dan kesejahteraan manusia," tulis laporan tersebut.
Temuan juga mengungkapkan bahwa polusi udara membuat seorang anak yang lahir di Asia Selatan, akan meninggal 30 bulan lebih awal dibandingkan angka kematian rata-rata.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Anak-anak Berisiko
Mengutip Guardian, Alastair Harper dari UNICEF UK mengatakan bahwa temuan tersebut menambah gambaran suram efek udara tercemar pada kesehatan kelompok masyarakat yang paling rentan, terutama anak-anak.
"Bukti yang terus meningkat menunjukkan adanya hubungan antara paparan udara beracun dan berat badan saat lahir rendan, serta pengembangan paru-paru berkurang dan asma pada masa kanak-kanak," kata Harper.
"Dengan pemantauan data polusi global yang lebih baik, kita bisa meningkatkan pemahaman tentang masalah ini serta bagaimana mengatasinya."
Laporan tersebut menyatakan bahwa polusi udara menyumbang 41 persen kematian global akibat penyakit paru obstruktif kronik, 20 persen diabetes tipe 2, 19 persen kanker paru-paru, dan 11 persen kematian akibat stroke.
Advertisement
Kondisi di Indonesia
Lalu, bagaimana dengan di Indonesia? Masih merujuk data State of Global Air (SOGA) 2019, 123.800 orang di Indonesia meninggal karena penyakit yang terkait polusi udara. Angka ini terus meningkat selama tiga tahun semenjak 2015 (122.800 kematian), 2016 (123.100 kematian), dan 2017.
Laporan bertajuk IQAir AirVisual 2018 World Air Quality Report yang menyatakan bahwa Jakarta bersama Hanoi, Vietnam menjadi kota paling polutif di Asia Tenggara. Greenpeace mengungkapkan bahwa konsentrasi rata-rata tahunan PM2.5 di Jakarta pada 2018 sangat buruk. Jakarta Selatan mencapai 42.2 µg/m3 dan Jakarta Pusat mencapai 37.5 µg/m3.
"Dengan kata lain, konsentrasi PM2.5 di Kota Jakarta mencapai empat kali lipat di atas batas aman tahunan menurut standar Badan Kesehatan Dunia (WHO, yaitu 10 µg/m3 dan bahkan melebihi batas aman tahunan menurut standar nasional pada PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yaitu 15 µg/m3," tulis laman tersebut.
Polusi Udara Terparah di Tiongkok
Studi tersebut juga mencatat adanya kemajuan dari negara paling berpolusi di dunia yaitu Tiongkok. Sekalipun memiliki angka polusi udara yang paling parah, namun pemerintahnya berhasil menurunkannya. Mereka mencatat bahwa paling tidak ada penurunan hampir sepertiga dari jumlah partikel berbahaya di 74 kota negara tirai bambu.
Terlepas dari itu, SOGA mencatat masih banyak yang harus dilakukan karena angka polusi di Tiongkok masih jauh di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Frank Kelly, profesor kesehatan lingkungan hidup di King's College, London mengatakan bahwa laporan ini menegaskan bahwa India dan Tiongkok menyumbang lebih dari 50 persen dari 5 juta kematian terkait polusi udara secara global.
Advertisement