Pasien Skizofrenia seperti Wanita Bawa Anjing ke Masjid Cenderung Brutal?

Pasien skizofrenia, seperti yang diidap wanita bawa anjing ke masjid, rentan mengalami diskriminasi dan cenderung brutal.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 03 Jul 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 03 Jul 2019, 12:00 WIB
Ilustrasi Skizofrenia (iStock)
Ilustrasi Skizofrenia, kondisi yang disebut dialami wanita bawa anjing ke masjid (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Tersangka SM, wanita bawa anjing ke dalam Masjid di Sentul, Bogor, dilaporkan mengidap skizofrenia. Pernyataan ini disampaikan oleh dokter Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur beberapa waktu yang lalu.

Kepala RS Polri Kramatjati Brigjen Musyafak mengatakan meski tidak menerima informasi dari pihak keluarga, dalam hal ini suaminya, tapi pemeriksaan dari ahli menegaskan apa yang diderita wanita bawa anjing berumur 52 tahun itu.

"Penanganan dari ahli kami, kami bisa simpulkan penyakit skizofrenia," kata Kepala RS Polri Kramatjati Brigjen Musyafak pada Selasa (2/7/2019).

Menurut Mayo Clinic, skizofrenia merupakan gangguan mental serius. Sebab, orang dengan kondisi itu akan menafsirkan realitas secara tidak normal. Hal ini membuat pasien, seperti wanita bawa anjing tersebut, mengalami kombinasi dari halusinasi, delusi, pemikiran dan perilaku yang tidak teratur, serta mengganggu fungsi sehari-hari.

Laman Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyatakan bahwa skizofrenia menyerang lebih dari 23 juta orang di seluruh dunia. Mereka lebih sering terjadi pada laki-laki (12 juta) ketimbang perempuan (9 juta).

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

Lebih dari 50 Persen Pasien Tidak Dapat Perawatan yang Layak

Jangan Pasung Skizofrenia
Jangan Pasung Skizofrenia

WHO juga mencatat bahwa kondisi ini tidak hanya berdampak pada kegiatan sehari-hari dan munculnya penyakit fisik seperti kardiovaskular, metabolisme, dan infeksi. Mereka mencatat, stigma, diskriminasi, dan pelanggaran hak asasi manusia masih sering terjadi pada penderitanya.

"Orang dengan skizofrenia rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia baik di dalam lembaga kesehatan mental maupun di masyarakat. Stigma gangguan itu tinggi. Ini berkontribusi pada diskriminasi, yang pada gilirannya dapat membatasi akses ke perawatan kesehatan umum, pendidikan, dan pekerjaan," tulis WHO.

Data WHO menunjukkan, lebih dari 50 persen pasien skizofrenia tidak mendapatkan perawatan yang tepat. 90 persen pasien yang tidak dirawat dengan baik berada di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

"Kurangnya akses ke layanan kesehatan mental adalah masalah penting. Selain itu, orang dengan skizofrenia lebih kecil kemungkinannya untuk mencari perawatan daripada populasi umum."

Mayo Clinic juga mencatat bahwa keinginan bunuh diri sering terjadi pada pasien skizofrenia. Sehingga, para ahli meminta agar orang-orang dengan kondisi itu, harus berada dalam pengawasan orang lain.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya