Liputan6.com, Jakarta “Listrik sudah aman sejak dulu, namun sinyal ponsel, internet, bahkan kabel optik belum ada. Walaupun begitu, transportasi sudah mendukung, jalan sudah cukup baik. Lokasi (dari tempat mengajar) ke pusat kabupaten dekat.”
Kesulitan akses sinyal ponsel dan internet kental dirasakan Kain Robinson Wamaer (51), yang kini menjabat sebagai Kepala Sekolah Dasar YPK Waupnor, Kelurahan Burokub, Distrik Biak Kota, Kabupaten Biak Numfor, Papua. Wamaer, salah satu pengajar yang sekolahnya merupakan binaan Wahana Visi Indonesia (WVI) ini lahir dan besar di Kabupaten Biak. Ia menjadi pegawai negeri sipil (PNS) tahun 1996.
Advertisement
Pada awal menjalankan pengabdian sebagai guru di SD Negeri Inpres Porisa, Kecamatan Supriori Selatan, Kabupaten Biak Numfor pada 1996 – 2000, kondisi tahun 2000-an belum ada internet. Sebelum ada internet, cara Wamaer berkoordinasi pekerjaan dengan rekan-rekan sesama guru dan pejabat dinas pendidikan setempat secara langsung dilakukan secara tatap muka.
“Koordinasi langsung tatap muka kepada dinas pendidikan. Jadi, sekolah diberikan blanko, lalu sekolah mengisi (blanko) dengan mesin tik. Kemudian melapor secara fisik (tertulis cetak) ke dinas pendidikan,” cerita Wamaer melalui wawancara tertulis kepada Health Liputan6.com, Kamis (15/8/2019).
Seiring waktu, kebutuhan internet mulai mendesak di2006. Kebutuhan tersebut sejalan dengan peningkatan fasilitas pendidikan dalam pengisian Data Pokok Pendidikan (dapodik) secara daring (online) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dapodik adalah sistem pendataan skala nasional yang terpadu dan sumber data utama pendidikan nasional, yang merupakan bagian dari program perancanaan pendidikan nasional dalam mewujudkan insan Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Akses Internet Melalui Warnet
Adanya kebutuhan mendesak pengisian dapodik secara daring membuat akses internet untuk pengembangan guru sudah mulai digunakan pada tahun 2006. Keterbukaan akses internet memang menjadi angin segar bagi Wamaer.
Namun, pada waktu itu akses internet masih lewat warnet. Ia memanfaatkan akses internet di warnet seperti membuat kisi-kisi soal menjelang ujian serta mengetik soal-soal yang belum dikuasai.
Pada 2012, akses internet sudah mulai bisa diterima di SD tempat Wamaer mengajar, SD YPK Waupnor, Kelurahan Burokub, Distrik Biak Kota (2000 sampai sekarang). Internet menggunakan antena, yang diterima dari Dinas Pendidikan (jarak kurang lebih 3 km dari lokasi mengajar). Dinas Pendidikan sendiri menggunakan Very Small Aperture Terminal (VSAT).
VSAT adalah stasiun penerima sinyal dari satelit dengan antena penerima berbentuk piringan dengan diameter kurang dari tiga meter. Fungsi utama dari VSAT untuk menerima dan mengirim data ke satelit.
“Jaringan internet melalui GSM yang bias juga mencapai 4G baru ada sekitar tahun 2015 ke atas. Kemudian Indihome masuk sekolah sekitar 2016 dan 2017. Pembiayaan ini dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS),” lanjut Wamaer yang lahir 5 Januari 1968.
Sejak tahun 2015 itulah, ia mengakui, internet mulai lancar digunakan.
Advertisement
Melatih Diri Gunakan Internet
Kenangan Wamaer melayang, internet yang sudah bisa diakses juga harus didukung dengan kompetensi guru. Para guru perlu dilatih menggunakan internet. Alhasil, bukan hanya Wamaer saja yang belajar menggunakan internet, seluruh guru di sekolahnya juga berlatih dengan giat.
“Pernah ada pelatihan untuk belajar menggunakan internet, tapi dilakukan secara mandiri oleh pihak-pihak yang lebih mampu di lingkungan sekolah. Kami belajar otodidiak dulu. Tak berapa lama ada pelatihan menguasai penggunaan internet dari WVI dan Samsung,” Wamaer menuturkan.
Pelatihan menguasai penggunaan internet kerjasama WVI dan Samsung dilakukan selama dua bulan. Bagi Wamaer, sinyal internet memang sangat dibutuhkan demi mendukung pekerjaan sehari-hari dan kegiatan belajar dan mengajar (KBM) di kelas.
Metode internet Samsung Smart Learning Class (SSLC) pun diterapkan di sekolahnya. Sebuah kemajuan di SD YPK Waupnor, Kelurahan Burokub, Distrik Biak Kota, tempat Wamaer mengabdi berhasil memanfaatkan internet.
“Saya berpikir, sudah saatnya sekolah mengikuti perkembangan di dunia luar sehingga perlu belajar menggunakan internet. Kami juga sekarang bisa mengakses materi dan bahan pengajaran yang lebih banyak lewat internet,” ujar Wamaer.
Prestasi Siswa Meningkat
Kehadiran internet bukan hanya memberikan manfaat bagi Wamaer dan rekan-rekan guru sejawatnya. Para siswa rupanya sangat tertarik dengan internet saat pertama kali internet diperkenalkan dalam KBM di kelas. Mereka begitu semangat mengikuti pembelajaran.
“Dilihat dari respons siswa, mereka lebih fokus kepada pembelajar. Selanjutnya, mereka lebih tenang duduk di tempat untuk mengikuti kelas. Ya, karena jadi lebih tertarik belajar,” Wamaer mengungkapkan.
Dari segi kehadiran siswa, bila siswa diarahkan belajar menggunakan metode internet Samsung Smart Learning Class (SSLC), belajar teknologi informasi dan internet, siswa datang semua. Antusias kehadiran di kelas lebih tinggi dibandingkan kelas biasa, tanpa dukungan internet. Anak yang semula ragu menggunakan gawai, seperti komputer, laptop, dan tab, sekarang sudah mulai berani.
“Yang tak kalah mengejutkan itu prestasi anak malah makin meningkat. Anak mampu menjelaskan apa yang mereka dapatkan. Mereka jadi lebih berani, lebih lantang buat menyampaikan informasi. Ini sangat bagus sekali,” ucap Wamaer yang dalam foto terlihat tersenyum.
Selain itu, para siswa juga lebih luas memahami pembelajaran. Siswa tidak hanya belajar mendengar penjelasan dari guru, melainkan mereka dapat mendengar dan melihat secara audio visual dengan internet. Sungguh berbeda dibandingkan guru mengajar di kelas hanya menjelaskan biasa (verbal). Siswa tidak begitu interaktif.
“Contohnya saja mengenalkan siswa tentang bendera kebangsaan, Merah Putih. Begitu menggunakan audio visual dan gim, anak jadi lebih memahami. Oh, bendera kita itu seperti ini,” tutup Wamaer.
Advertisement