Gawai Jadi Pemicu Gangguan Jiwa Anak

RSJ di Jawa Barat mulai menerima pasien anak yang disebut mengalami gangguan jiwa karena gawai

oleh Arie Nugraha diperbarui 12 Okt 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2019, 15:00 WIB
Ilustrasi perjuangan melepaskan anak yang hampir kecanduan gawai. (iStock)
Ilustrasi perjuangan melepaskan anak yang hampir kecanduan gawai. (iStock)

Liputan6.com, Jawa Barat - Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat menyatakan bahwa dalam kurun waktu beberapa tahun ini, mulai melakukan perawatan pasien anak yang mengalami gangguan kejiwaan. Berdasarkan catatan medis hasil pemeriksaan, diketahui gangguan jiwa yang kini memapar kelompok anak dipicu oleh penggunaan gawai (gadget).

Menurut Direktur Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, Elly Marliyani, meski belum mengetahui angka pasti kunjungan pasien anak ke rumah sakit untuk diperiksa kejiwaannya, tapi hal tersebut harus diantisipasi. Elly mengatakan bahwa potensi gangguan jiwa terhadap anak akibat penggunaan gawai berlebih kemungkinan meningkat.

"Berpotensi meningkat jika tidak ditangani. Menurut prevalensi yang ada, satu dari 10 orang mengalami orang dengan masalah kejiwaan (ODMK). Biasanya ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) maupun ODMK dialami remaja yang masuk umur 15 tahun, tapi dengan perkembangan zaman seperti sekarang terdapat anak kecil yang bahkan sudah dimasukkan ke rumah sakit jiwa," kata Elly dalam rangkaian peringatan Hari Kesehatan Jiwa Dunia, Bandung, Sabtu, 12 Oktober 2019.

 

Anak Rentan Gangguan Jiwa

Ilustrasi ibu dan gawai (iStock)
Ilustrasi gawai ibu dan anak (iStockphoto)

Elly, menerangkan, rentang usia anak yang dibawa oleh orangtuanya untuk direhabilitasi ke Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat akibat kecanduan gawai berada di kisaran lima sampai delapan tahun. Perkiraan potensi gangguan kejiwaan terus meningkat ini, didasari oleh temuan pasien di kelompok usia anak tersebut.

Anak pengguna gawai tidak bisa sepenuhnya disalahkan dalam hal ini, karena menurut Elly hampir seluruh orangtua sekarang sudah banyak yang memberikan gawai kepada anak. Pemberian ini dilakukan awalnya agar anak bisa bermain tanpa mengganggu kegiatan orangtua dan sayangnya penggunaan ini kemudian membuat anak menjadi kecanduan.

"Jika gadget dipakai berlebihan dan menjadi ketergantungan bisa mengganggu jiwa anak tersebut. Contoh saat pemadaman listrik pada Agustus 2019, saat mati lampu anak tersebut enggak bisa diberitahu, mengamuk hancurkan pintu, itu hal yang tidak diduga. Anak kecil dapat berperilaku seperti itu gara-gara handphone-nya tidak bisa di-charge," ujar Elly.

Guna mencegah gangguan kejiwaan meningkat, Elly mengimbau agar gawai dikembalikan pada fungsinya semula sebagai sarana komunikasi.

Pemberian gawai harus diperketat kembali dengan melihat tingkatan usianya. Kembali bermain dengan permainan tradisional, dianggap sebagai salah satu solusi menekan potensi peningkatan anak dengan gangguan kejiwaan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya