Liputan6.com, Jakarta Dokter Muzaffar Ghangro dilaporkan ke kepolisian karena tuduhan menginfeksi 900 anak di Pakistan dengan HIV. Diketahui, ia menggunakan jarum suntik bekas dari tempat sampah.
Ternyata, kasus itu bukan pertama kalinya. Ghangro sebelumnya pernah dilaporkan atas kejadian serupa pada lebih dari 50 anak ketika mengunjungi Ratodero, Pakistan.
Baca Juga
Dilansir dari The Sun pada Kamis (31/10/2019), polisi menyatakan dokter itu melakukan kelalaian dan pembunuhan setelah 1.100 pasiennya terkena HIV kurang dari setahun. Namun sebelum persidangan, ia masih diizinkan untuk bekerja.
Advertisement
Salah seorang orangtua pasien bernama Imtiaz Jalbani mengakui dua anaknya meninggal karena infeksi HIV. Sementara empat lainnya juga positif setelah mereka semua dibawa ke klinik Ghangro.
Imtiaz mengklaim melihat Ghangro sedang mencari-cari jarum suntik di tong sampah untuk digunakan pada putranya yang berusia enam tahun.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Sistem Pelayanan Medis di Pakistan Jadi Sorotan
Dikutip dari The New York Times, Inspektur Jenderal Kepolisian Irfan Ali Baloch mengatakan investigasi kasus tersebut sedang dilakukan.
"Tim ahli medis datang dan mewawancarainya," kata Baloch.
"Dewan medis memutuskan bahwa dia tidak sengaja menyebarkan HIV, tetapi kliniknya berada dalam kondisi sedemikian rupa sehingga protokol tidak bisa dipertahankan."
Namun, Ghangro menyanggah semua tuduhan itu. Dia juga menyatakan bahwa telah memperbaharui lisensi praktiknya dan mengklaim masih bekerja di rumah sakit pemerintah.
Pejabat pemerintah setempat berasumsi bukan hanya Ghangro penyebab infeksi HIV pada anak-anak. Mereka menyatakan bahwa penggunaan ulang jarum suntik dan infus banyak dilakukan di seluruh Pakistan sehingga sistem perawatan kesehatan membutuhkan manajemen yang lebih baik.
Dokter Fatima Mir, ahli penyakit menular pada anak dari Aga Khan University, Karachi mengatakan bahwa praktisi medis di Pakistan seringkali kekurangan logistik dan persediaan untuk mencegah infeksi. Ketika bertugas di Ratodero, mereka seringkali kesulitan menemukan air bersih untuk mencuci tangan sebelum bertemu pasien.
"Dengan kurangnya pengendalian infeksi, wabah ini tidak terduga. Apa yang tidak diduga adalah saat ini, anak adalah korban utama," kata Fatima.
Advertisement