Liputan6.com, Jakarta Komisi IX DPR RI mendukung langkah Kementerian Kesehatan RI, BPJS Kesehatan, dan DJSN untuk memanfaatkan surplus Dana Jaminan Sosial (DJS) sebagai alternatif solusi untuk membayar selisih kenaikan iuran Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III sejumlah 19.961.569 jiwa.
Advertisement
Namun hal ini ternyata berbanding terbalik dengan undang-undang BPJS Kesehatan. Menurut pakar hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, pasal 43 ayat 2 Undang-Undang BPJS tertulis, aset DJS digunakan untuk pembayaran manfaat dan pembayaran lain, dana operasional DJS serta instrumen investasi.
Jadi ia menegaskan, BPJS Kesehatan dilarang sembarangan memanfaatkan. "Artinya, di luar ketentuan pasal, maka dilarang bagi direksi BPJS Kesehatan untuk menggunakannya untuk kepentingan lain, termasuk pengalihan aset DJS untuk menutupi selisih kelas kepesertaan BPJS lain," kata Dwi saat temu media di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Dalam hal ini, DJS yang berasal dari kenaikan PBI sebesar Rp42.000 dinilai surplus tidak bisa dipergunakan untuk membayar selisih kenaikan iuran peserta mandiri kelas III sebesar Rp16.500 (total naik Rp42.000--peserta tetap membayar Rp25.500).
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Harus Ada Perubahan Peraturan
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 soal sistem jaminan kesehatan nasional disebutkan bahwa jika ada surplus pada suatu tahun, digunakan untuk menambah aset bersih DJS kesehatan, bukan untuk kepentingan lainnya.
Undang-Undang Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) juga tidak menyebut pengalihan surplus DJS untuk pengalihan membayar selisih kelas kepesertaan lain.
"Pada pengalihan tadi baik dari Undang-Undang Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), UU BPJS maupun PP 87 Tahun 2013 tentang pengolahan aset jaminan DJS tidak memiliki landasan hukum sama sekali. Jika tindakan rekomendasi ini dilakukan, maka melanggar ketiga peraturan di atas," Bayu menegaskan.
Apakah rekomendasi surplus DJS diperbolehkan bayar selisih kenaikan iuran kelas III? Menurut Bayu, hal itu diperbolehkan, sepanjang dilakukan perubahan terhadap tiga peraturan yang ada.
"Seharusnya rekomendasi bersifat komprehensif. Bahwa pengalihan surplus DJS harus dibarengi dengan mengubah UU DJSN, UU BPJS, dan PP 87 Tahun 2013," tambah Bayu.
Advertisement