Setelah Sembuh, Apakah Seseorang Bisa Terinfeksi COVID-19 Lagi?

Beberapa waktu lalu, media internasional dihebohkan dengan berita seorang wanita pemandu wisata di Jepang kembali positif virus corona (COVID-19) setelah sembuh dari infeksi ini.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 17 Mar 2020, 14:00 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2020, 14:00 WIB
Sembuh, Dua Pasien Corona di China Tinggalkan Rumah Sakit
Pasien melambaikan tangan di Rumah Sakit Umum Rakyat Keempat Provinsi Qinghai di Xining, Provinsi Qinghai, China (21/2/2020). Sejauh ini, total 18 orang yang dipastikan terinfeksi coronavirus di provinsi tersebut berhasil disembuhkan dan diizinkan meninggalkan rumah sakit. (Xinhua/Zhang Long)

Liputan6.com, Jakarta Beberapa waktu lalu, media internasional dihebohkan dengan berita seorang wanita pemandu wisata di Jepang yang kembali positif virus corona (COVID-19) setelah sembuh dari infeksi ini.

Apakah ini artinya, seseorang belum tentu kebal dari virus corona setelah terinfeksi sekali? Atau ini hanya kesalahan hasil tes? Atau justru orang tersebut memang memiliki sistem imun yang lemah?

Lalu hal yang sama terjadi kembali. Kali ini seorang pria berusia 70-an. Pertama kali terinfeksi pada 14 Februari di atas kapal Diamond Princess dan dirawat di salah satu fasilitas kesehatan di Tokyo hingga hasilnya negatif. Lalu, tepatnya 2 Maret, ia sembuh dan pulang ke rumahnya dengan kendaraan umum. Sayangnya, pria tersebut merasa demam dan dirawat di rumah sakit sejak 13 Maret, lalu sehari setelahnya ia dinyatakan positif COVID-19 lagi.

Selain itu, artikel Caixin, Beijing, media umum China pada tanggal 14 Februari menyatakan "14 persen pasien yang sembuh dari COVID-19 di Guangdong dinyatakan positif lagi," mengutip dari Forbes.

Perlu diingat, bahwa ini baru laporan berita dan belum diuji studinya. Maka dari itu, ada 3 hal yang perlu Anda ketahui.

Pertama, para peneliti perlu memastikan hasil tes sudah akurat. Karena tidak ada tes yang sempurna. Bahkan jika pelaksanaan tes sudah sesuai, Anda bisa mendapat hasil positif bahkan jika sebenarnya Anda tidak terinfeksi. Begitupun sebaliknya, meskipun hasil Anda negatif, belum tentu Anda tidak membawa virus tersebut. Maka dari itu dokter perlu melakukan pemeriksaan berkali-kali untuk memastikan hasil tes.

Kedua, dokter dan para peneliti perlu melakukan pemeriksaan dobel atau tripel kepada pasien-pasien ini. Apakah bener-benar kembali terinfeksi atau memang virusnya memang masih ada dan hasil tes negatif hanya kesalahan? Hasil negatif bisa saja virus tersebut dalam masa tidak aktif dan bisa kembali aktif seperti jeda iklan dari sinetron.

Ketiga, imunitas yang terbentuk setelah mengenal virus tidak hanya tergantung virusnya, tapi juga tergantung respons sistem imun Anda. Saat sistem imun melihat virus baru menyerang, ia akan mudah dikalahkan oleh virus ini karena tubuh tidak siap melawan benda asing ini.

Namun, setelah sistem imun berhadapan dengan virus (baik dari vaksin ataupun tertular orang lain), ia akan terlatih, dan jika cukup kuat, sistem imun mungkin siap melawan saat virus kembali menyerang. Sehingga bisa menjelaskan pasien yang terinfeksi kembali apakah karena memiliki sistem imun yang lemah?

Maka dari itu, setiap orang memiliki tingkat respons imun yang berbeda-beda. Hal inilah yang menentukan seberapa baik sistem imun mengenal benda asing seperti SARS-CoV-2 atau yang lebih kita kenal dengan virus corona (COVID-19).

Selain itu, sistem imun Anda harus mengingat virusnya. Karena sewaktu-waktu imun Anda menurun, virus bisa menyerang kembali. Maka muncul pertanyaan lainnya, seberapa lama sistem imun ini bertahan mengingat penyebaran virus ini begitu cepat?

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak Video Menarik Berikut Ini:


Soal Sistem Imun

Kilat! Begini Cara Tingkatkan Sistem Imun Tubuh dalam 15 Detik!
Tingkatkan sistem kekebalan tubuh dalam 15 detik saja!

Pandemi COVID-19 menyebar dengan sangat cepat namun masih belum cukup studi yang menjelaskan reaksi sistem imun terhadap virus ini. Sehingga kita masih berpatokan dari studi virus corona lain yang masih satu keluarga, yaitu SARS yang paling mirip namun lebih mematikan.

Dalam studi yang ditampilkan di Emerging Infectious Diseases tahun 2007, Antibodi severe acute respiratory syndrome (SARS) menetap di tubuh selama 2 tahun, dan pada tahun ketiga antibodi mulai menurun. Sehingga SARS bisa kembali menyerang orang tersebut setelah tiga tahun.

Perlu diingat juga, tingkat antibodi tidak selalu berhubungan dengan imunitas. Beberapa orang mungkin memiliki imunitas terhadap suatu virus tanpa memiliki antibodi, dan beberapa orang sangat rentan terhadap infeksi meskipun memiliki antibodi.

Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah seseorang memiliki imunitas setelah sekali terinfeksi dan diuji coba menginfeksi orang tersebut dengan virus lagi untuk melihat apa yang akan terjadi. Namun cara ini sangat mengerikan.

Karena itu, jika Anda terkena virus dan sembuh, jangan melihatnya sebagai kebebasan untuk mulai memeluk, mengupil, dan menjilat tangan setelah memegang kenop pintu. Terus lakukan hal yang dianjurkan seperti beri jarak antar orang ke orang, sering mencuci tangan dan menyeluruh, tidak menyentuh wajah, dan rutin mendisinfeksi permukaan, benda, dan patung BTS yang Anda miliki di ruang tamu. Hanya karena Anda selamat dari infeksi pertama, bukan berarti Anda tidak bisa terinfeksi lagi.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya