Liputan6.com, Jakarta Spesialis Patologi Klinik dr. Astri Novita, Sp.PK, MARS, menjelaskan dapat terjadi perbedaan hasil dalam dua jenis tes COVID-19. Kejadian ini dialami warganet yang melakukan rapid test dengan hasil positif, namun ketika tes PCR hasilnya negatif.
Kasus tersebut bertolak belakang dengan temuan para ahli yang menyebutkan bahwa tes PCR lebih efektif dibanding rapid test.
Baca Juga
Menurut Astri, hal ini dapat terjadi disebabkan beberapa faktor. Pertama, ketidak singkronan hasil dapat terjadi akibat swab dilakukan bukan oleh ahlinya.
Advertisement
“Orang yang paling ahli dalam melakukan swab adalah dokter THT, setelah itu tenaga kesehatan yang terlatih. Jadi tidak bisa dilakukan sembarangan,” ujar Astri dalam siaran langsung Instagram @rs.emc, Rabu (29/4/2020).
Bisa saja, orang yang tidak mengerti tentang swab tidak mendapatkan lendir nasofaring sesuai ketentuan. Misal, hidung terhalang polip atau hal lainnya, tambahnya.
Simak Video Berikut Ini:
Faktor Lainnya
Selain faktor sumber daya manusia, ketidaksingkronan hasil tes COVID-19 dapat terjadi karena proses pemindahan sampel. Setelah swab dilakukan, sampel yang diambil dipindahkan ke media, penyimanan media perlu sesuai aturan.
“Sampel tidak boleh terkena panas, harus disimpan pada suhu 2 derajat celcius agar sampel tidak rusak. Jika sampel rusak, maka kemungkinan besar hasil tes akan negatif.”
Spesialis Penyakit Dalam dr. Tessa Oktaramdani, Sp.PD dalam acara yang sama menambahkan faktor lain. Menurutnya, ada kemungkinan ketika pasien melakukan rapid test, virus corona yang terdeteksi bukan COVID-19, melainkan virus corona lainnya.
“Akibatnya, hasil tes tidak singkron, rapid test menyatakan positif sedangankan tes PCR menyatakan negatif,” ujarnya.
Advertisement