Liputan6.com, Jakarta Rusia baru saja menyetujui penggunaan vaksin COVID-19 untuk digunakan secara massal. Hal ini mengundang pro dan kontra mengingat beberapa peneliti meragukan pengujian vaksin ini.
Selasa (11/8/2020) kemarin, waktu setempat, Rusia merilis vaksin COVID-19 yang bernama "Sputnik V." Penamaan ini merupakan referensi dari satelit buatan pertama di dunia yang juga dahulu diluncurkan oleh Uni Soviet.
Baca Juga
Dikutip dari Live Science pada Rabu (12/8/2020), di rapat kabinet kemarin, Presiden Vladimir Putin mengucapkan terima kasihnya kepada para ilmuwan yang mengembangkan vaksin tersebut.
Advertisement
"Kita harus berterima kasih kepada mereka yang membuat langkah pertama tersebut dan sangat penting bagi negara kita serta seluruh dunia," kata Putin.
"Saya tahu (vaksin) telah terbukti efisien dan membentuk kekebalan yang stabil," tambahnya.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Dokter dan Guru akan Divaksin Pertama Kali
Mengutip AP News, meski beberapa pejabat setempat mengatakan bahwa produksi vaksin dalam skala besar belum dijadwalkan hingga September, Tatyana Golikova, Deputy Prime Minister, mengatakan bahwa vaksinasi ke tenaga kesehatan bisa dimulai paling cepat bulan ini.
Sementara itu, vaksinasi massal diharapkan bisa dilakukan pada Oktober.
"Kami berharap puluhan ribu relawan akan divaksinasi dalam beberapa bulan mendatang," kata Kirill Dmitriev, kepala eksekutif dari Russian Direct Investment Fund yang mendanai pengembangan vaksin tersebut.
Dikutip dari The Guardian, Putin mengatakan bahwa dokter dan guru akan menjadi kelompok pertama yang akan mendapatkan imunisasi. Untuk vaksinasi sendiri, ia menambahkan sifatnya adalah sukarela.
Pada kesempatan tersebut, ia mengatakan bahwa salah satu putrinya telah menerima dua dosis vaksin tersebut dan hanya mengalami efek samping berupa demam ringan.
Putin menyatakan bahwa saat ini, putrinya sehat dan memiliki jumlah antibodi yang tinggi. Tidak diketahui apakah anak Putin menjadi salah satu dari relawan vaksin.
Advertisement
Mendapat Kritik
Diketahui, vaksin yang dikembangkan oleh Gamaleya Institute di Moskow ini berbasis adenovirus. Namun, para ilmuwan Rusia belum menerbitkan informasi ilmiah apa pun terkait kinerja vaksin dalam uji hewan atau uji manusia tahap awal. Hal inilah yang menjadikan perilisan vaksin ini dikritik.
"Persetujuan jalur cepat tidak akan menjadikan Rusia pemimpin dalam perlombaan, itu hanya akan membuat konsumen vaksin terpapar bahaya yang tidak perlu," kata Russia's Association of Clinical Trials Organizations.
Para ilmuwan lain juga memperingatkan bahwa meski kandidat vaksin terbukti berhasil, akan butuh waktu lama untuk mengetahui seberapa lama perlindungan akan bertahan.
"Kerusakan penyerta dari perilisan vaksin yang kurang aman dan efektif akan memperburuk masalah kita yang saat ini tidak dapat diatasi," kata profesor imunologi Danny Altmann dari Imperial College London.
World Health Organization (WHO) juga telah mendesak agar semua kandidat vaksin melalui proses pengujian secara penuh sebelum diriilis. Mereka menyatakan bahwa pihaknya telah berkontak dengan ilmuwan di Rusia dan berharap untuk melakukan peninjauan terhadap data penelitian di sana.