Jika Ditulis Sesuai Panduan, Pemberitaan Bunuh Diri Bisa Selamatkan Nyawa

Suicidolog sekaligus Pendiri Komunitas Into the Light Benny Prawira Siauw menyampaikan panduan penulisan berita bunuh diri yang aman.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 10 Okt 2020, 11:00 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2020, 11:00 WIB
Ilustrasi mengetik
Ilustrasi mengetik surat (sumber:Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta Berita bunuh diri yang disajikan tanpa mempertimbangkan pedoman yang baik akan berdampak negatif bagi pembaca atau pemirsa. Terkait hal ini, suicidolog sekaligus Pendiri Komunitas Into the Light Benny Prawira Siauw menyampaikan panduan penulisan berita bunuh diri yang aman.

Menurutnya, pemberitaan bunuh diri yang aman dapat menyelamatkan lebih banyak orang. Hal pertama yang bisa dilakukan adalah tidak meremehkan gangguan jiwa.

“Terkait isu gangguan jiwa, misal di berita diasumsikan bahwa orang yang mau bunuh diri ini ternyata cuma cari perhatian karena bunuh diri sambil live atau di tempat umum. Ini adalah contoh yang keliru,” kata Benny pada Kamis (8/10/2020).

“Yang baik adalah mencari fakta misal mereka melakukan percobaan bunuh diri di ruang publik karena sebenarnya mereka mencari bantuan tapi tidak ada yang mendengar sehingga mereka harus sebegitu kerasnya memberi sinyal.”

Fakta tentang gangguan jiwa dapat diambil dari pernyataan ahli atau situs-situs resmi seperti WHO.

Selanjutnya, menghilangkan miskonsepsi mengenai gangguan kesehatan mental yang dihubungkan dengan hal supranatural atau agamawi. Contoh yang keliru adalah menggunakan istilah “dirasuki” karena orang dengan gangguan jiwa sering dianggap kurang beriman atau sedang dihukum Tuhan.

Pemberitaan yang aman terkait hal tersebut adalah dengan menggunakan penjelasan deskriptif seputar gangguan kesehatan mental dan hindari kebiasaan pemberian label yang berhubungan dengan hal supranatural.

Simak Video Berkut Ini:

Pemilihan Kata

Pemilihan kata atau penggunaan bahasa juga perlu diperhatikan dengan baik, tambah Benny. Pasalnya, penggunaan bahasa tertentu dapat memperkuat stigma negatif tentang kesehatan mental.

“Contoh yang keliru adalah menggunakan istilah orang gila, psikopat, dan sakit jiwa. Pemberitaan yang lebih aman menggunakan istilah orang dengan gangguan jiwa.”

Gangguan mental juga sering dihubungkan dengan tindak kriminal. Contoh yang keliru adalah menyebut pelaku criminal sebagai seorang psikopat atau tidak waras. Pemberitaan yang lebih aman bisa dibuat dengan mengecek riwayat kesehatan mental orang tersebut terlebih dahulu.

Panduan selanjutnya adalah tidak mendeskripsikan tingkah laku seseorang seolah ia memiliki gangguan mental padahal tidak ada diagnosa resmi. Diagnosa yang resmi bisa didapat dari hasil pemeriksaan professional seperti konselor kesehatan mental.

Terakhir, mencantumkan kontak bantuan dan menghindari detail eksplisit terkait metode bunuh diri.    

Kontak Bantuan

Bunuh diri bukan jawaban apalagi solusi dari semua permasalahan hidup yang seringkali menghimpit. Bila Anda, teman, saudara, atau keluarga yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit, dilanda depresi dan merasakan dorongan untuk bunuh diri, sangat disarankan menghubungi dokter kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) terdekat.

Bisa juga mengunduh aplikasi Sahabatku: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.tldigital.sahabatku

Atau hubungi Call Center 24 jam Halo Kemenkes 1500-567 yang melayani berbagai pengaduan, permintaan, dan saran masyarakat.

Anda juga bisa mengirim pesan singkat ke 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat surat elektronik (surel) kontak@kemkes.go.id.

Infografis Bunuh Diri

Fenomena Bunuh Diri di Gunungkidul
Infografis mengenai kenali faktor-faktor risiko bunuh diri
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya