Rumus 3M+3T, Kunci Pengendalian Pandemi COVID-19 di Indonesia

Pengendalian Virus Corona bisa dilakukan dengan 3M, 3T, dan ikut melakukan vaksinasi COVID-19.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 13 Feb 2021, 15:38 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2021, 11:00 WIB
Rapid Test Antigen Acak Diterapkan di Kawasan Puncak Bogor
Wisatawan melakukan tes cepat (rapid test) Antigen COVID-19 di kawasan Pasar Cisarua, Bogor, Jumat (12/2/2021). Tes cepat antigen oleh petugas gabungan Satgas Covid-19 itu dilakukan secara acak untuk antisipasi penyebaran COVID-19 dari wisatawan di kawasan Puncak Bogor. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berupaya melakukan berbagai cara untuk mengendalikan pandemi COVID-19 yang terjadi di Indonesia sejak Maret 2020.

Selain mengimbau masyarakat untuk menaati protokol kesehatan COVID-19 dengan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan), pemerintah sendiri pun gencar melakukan 3T, yaitu testing (tes), tracing (pelacakan), dan treatment (pengobatan).

Dan, tak ketinggalan, program nasional vaksinasi COVID-19 yang sudah dimulai sejak 14 Januari 2021 yang dimulai dengan vaksinasi sumber daya manusia kesehatan (SDMK), yang terdiri dari tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, dan tenaga penunjang yang bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan.

Vaksinasi dilakukan demi mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) dengan target sasaran 181,5 juta penduduk.

Juru Bicara Pemerintah untuk Vaksinasi COVID-19 dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), dr Siti Nadia Tarmizi M.Epid, menyampaikan,“Kita cukup bahagia hari ini kita bisa memvaksinasi tenaga kesehatan sampai 1 juta lebih. Untuk menekan pandemi COVID-19 pemerintah tidak hanya mengimbau melalui penegakan disiplin 3M, tapi juga memerkuat 3T."

Kabar itu disampaikan Nadia dalam Dialog bertema 3M+3T: Jurus Jitu Atasi Pandemi yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) yang disiarkan secara langsung di kanal Youtube FMB9ID_IKP pada Kamis, 11 Februari 2021.

Lebih lanjut Nadia mengatakan bahwa saat ini Indonesia sudah mempunyai 630 laboratorium pemeriksa tes PCR. "Tapi ini tidak merata di seluruh Indonesia, sehingga kita harus meningkatkan tes kita," kata Nadia dikutip dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Sabtu, 13 Februari 2021.

Namun, lanjut Nadia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah merekomendasikan skrining menggunakan rapid test antigen untuk mendiagnosis COVID-19.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Berikut Ini

Rapid Test Antigen

Rapid Test Antigen Acak Diterapkan di Kawasan Puncak Bogor
Wisatawan melakukan tes cepat (rapid test) Antigen COVID-19 di kawasan Pasar Cisarua, Bogor, Jumat (12/2/2021). Tes cepat antigen oleh petugas gabungan Satgas Covid-19 itu dilakukan secara acak untuk antisipasi penyebaran COVID-19 dari wisatawan di kawasan Puncak Bogor. (merdeka.com/Arie Basuki)

Pada kesempatan yang sama, Ahli Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), dr Syahrizal Syarif MPH PhD menjelaskan bahwa rapid test antigen memang disetujui WHO sebagai alat diagnosis dalam keadaan tertentu. Terlebih sensitivitasnya juga di atas 80 persen dan spesifitas di atas 97 persen.

"Saya memandang ini suatu terobosan Kemenkes,” katanya.

Tujuan penggunaan rapid test antigen ini membantu secara cepat mendeteksi penularan dan dengan begitu pemerintah bisa dengan cepat menelusuri kontak-kontak pasien COVID-19.

“Sehingga, kasus bisa ditemukan lebih dini dan penanganan juga dilakukan lebih dini. Dengan rapid test antigen ini apabila hasilnya positif seharusnya sudah bisa melakukan isolasi mandiri, sambil menunggu hasil tes PCR” ujar dr Siti Nadia.

Pernyataan ini didukung dr Syahrizal, “Saya mendukung langkah pemerintah memberlakukan tes rapid Antigen sebagai alat diagnostik. Situasi ini memang akan meningkatkan laporan kasus, tapi seperti kata Menteri Kesehatan, kita jangan panik kasus harian kita nanti meningkat.".

Menurutnya, strategi melakukan tes dengan lebih cepat itu sangat bagus, karena kalau tidak menemukan kasus secepat mungkin maka wabah tidak cepat bisa dikendalikan. Kuncinya, bukan sekadar puskesmas memiliki rapid test antigen, tapi bagaimana puskesmas juga mampu menelusuri kontak dengan baik.

“Di sisi lain dalam proses pelacakan kasus kita sangat membutuhkan kerjasama dengan masyarakat. Karena masyarakat diminta mengingat siapa saja orang yang pernah kontak dengan dirinya. Tentu keterbukaan masyarakat juga diperlukan saat pernah melakukan kontak dengan pasien positif, sehingga mau melakukan tes,” kata Nadia.

Nadia, melanjutkan,“Sebenarnya 3M dan 3T ini saling berhubungan dan berkesinambungan. Maka 3M dan 3T serta vaksinasi ini harus dilakukan bersama.”.

Menyambung omongan Nadia, Syahrizal berpesan,“Dalam situasi seperti ini, masyarakat tetap harus mengikuti protokol 3M, terutama untuk kerumunan penting sekali kita hindari. Pemerintah kita tentunya memperkuat 3T, selain kita juga harus mengikuti langkah-langkah pemerintah terutama pada saatnya nanti, masyarakat harus siap vaksinasi.”. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya