Studi: Konsumsi Rokok Berkontribusi pada Tingginya Angka Stunting di Indonesia

Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, menyampaikan perokok adalah salah satu kelompok rentan terinfeksi COVID-19 dan penyebab sulit turunnya angka stunting.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 27 Mar 2021, 15:00 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2021, 15:00 WIB
Bea Cukai Sita Jutaan Rokok dan Liquid Ilegal
Barang bukti hasil penindakan barang kena cukai di Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta Timur, Jumat (25/10/2019). Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan merilis hasil tindakan produk-produk ilegal, di antaranya rokok elektrik, rokok, hingga minuman keras . (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, menyampaikan perokok adalah salah satu kelompok rentan terinfeksi COVID-19 dan penyebab sulit turunnya angka stunting.

Ia juga menekankan peningkatan konsumsi rokok merupakan ancaman serius bagi kualitas sumber daya manusia. Di sisi lain, konsumsi rokok juga merupakan pengeluaran rumah tangga kedua terbesar yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan program prioritas pemerintah yaitu penurunan angka stunting.

“Perokok menjadi salah satu kelompok yang rentan terinfeksi COVID-19 karena saat merokok, tangan akan lebih sering bersentuhan dengan bibir yang dapat meningkatkan risiko perpindahan virus dari tangan ke bibir,” kata Budi dalam keterangan pers ditulis Jumat (26/3/2021).

Dalam keterangan yang sama, Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK, Nancy D. Anggraeni, M.Epid., menyebutkan hasil studi Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) tentang kaitan rokok dan kemiskinan pada penerima program Keluarga Harapan.

Studi tersebut menunjukkan bahwa perilaku merokok mengakibatkan adanya shifting konsumsi antara kebutuhan pokok dengan pembelanjaan rokok sehingga anak berisiko mengalami stunting.

Selain itu, perwakilan dari Kementerian Keuangan, Febri Pangestu, juga mengutip hasil studi PKJS-UI yang menyebutkan bahwa bayi yang lahir di keluarga perokok berisiko stunting di periode emas pertumbuhannya dibanding keluarga non-perokok.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Berikut Ini

Dampak Lainnya

Peneliti dan Program Manajer Pengendalian Tembakau PKJS-UI Dr. Renny Nurhasana, M.A., melihat bahwa pengendalian konsumsi rokok harus menjadi salah satu hal yang diperhatikan di tengah pandemi COVID-19.

Selain merusak kesehatan, kebiasaan merokok juga mengambil sebagian pengeluaran rumah tangga yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan esensial.

“Pandemi COVID-19 sangat berdampak terhadap aspek ekonomi masyarakat, terlebih masyarakat menengah ke bawah atau pra sejahtera yang banyak mengalami penurunan pendapatan, bahkan kehilangan pekerjaan,” kata Renny.

Kondisi ini membuat para keluarga sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, ditambah jika ada pembelanjaan untuk rokok, tambahnya.

Hal ini dibuktikan oleh studi PKJS-UI yang menunjukkan penerima bantuan sosial (bansos) mengonsumsi rokok 3,5 batang/kapita/minggu lebih tinggi dibandingkan bukan penerima bansos. Selain itu, komposisi rata-rata belanja kebutuhan sehari-hari untuk rokok menghabiskan lebih dari setengah belanja untuk bahan makanan.

Hal tersebut berpengaruh terhadap kemungkinan anak mengalami stunting karena kebiasaan merokok menggeser kebutuhan utama untuk makanan sehingga pemenuhan kuantitas dan kualitas nutrisi selama masa tumbuh kembang anak tidak tercukupi dengan baik,” tutup Renny.

 

Infografis Bahaya Merokok

Infografis Bahaya Merokok
Infografis Bahaya Merokok
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya