Indra Rudiansyah, Pemuda Indonesia yang Terlibat dalam Pengembangan Vaksin COVID-19 AstraZeneca

Terciptanya vaksin COVID-19 AstraZeneca tak lepas dari kiprah pemuda asal Indonesia, Indra Rudiansyah.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 19 Jul 2021, 12:00 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2021, 12:00 WIB
FOTO: 6 Jenis Vaksin COVID-19 yang Ditetapkan Pemerintah Indonesia
Gambar ilustrasi menunjukkan botol berstiker "Vaksin COVID-19" dan jarum suntik dengan logo perusahaan farmasi AstraZeneca, London, Inggris, 17 November 2020. Vaksin buatan AstraZeneca yang bekerja sama dengan Universitas Oxford ini disebut 70 persen ampuh melawan COVID-19. (JUSTIN TALLIS/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Ada sumbangsih pemuda Indonesia dalam pengembangan vaksin COVID-19 AstraZeneca. Dia adalah Indra Rudiansyah.

Mahasiswa S3 Program Clinical Medicine, Jenner Institute, Universitas Oxford ini tercatat sebagai salah satu peneliti dalam penelitian yang dipimpin oleh Profesor Sarah Gilbert, ilmuwan kenamaan asal Inggris.

Melansir Facebook resmi LPDP Kementerian Keuangan RI, disebutkan bahwa Indra adalah penerima beasiswa Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP) program doktoral pada Clinical Medicine, The University of Oxford. Saat studi ia juga turut menjadi bagian dalam pengembangan vaksin COVID-19 yang diteliti oleh University of Oxford.

Pada Juli 2020, University of Oxford secara resmi menyampaikan bahwa vaksin COVID-19 yang sedang dikembangkan, menghasilkan kekebalan yang baik. Vaksin tersebut merangsang respons sel T dan menetralkan antibodi.

Simak Video Berikut Ini


Peran Indra

Mahasiswa Universitas Oxford dari Indonesia, Indra Rudiansyah, ikut terlibat dalam pembuatan vaksin Corona (COVID-19).
Mahasiswa Universitas Oxford dari Indonesia, Indra Rudiansyah, ikut terlibat dalam pembuatan vaksin Corona (COVID-19). Dok: @ppi_unitedkingdom

Dalam tim tersebut, Indra berperan dalam tahapan uji klinis untuk melihat antibody response dari para relawan penelitian yang sudah divaksinasi.

Semenjak bergabung pada awal Mei 2020, Indra telah menghabiskan waktu rata-rata 10 jam di laboratorium setiap harinya.

Keterlibatannya dalam tim tersebut menjadi pengalaman berharga karena dihadapkan dengan begitu banyak tantangan.

"Ada ratusan peneliti yang bekerja. Sumber daya yang besar ini bertujuan agar vaksin segera bisa dikembangkan dengan cepat. Biasanya, untuk mendapatkan data uji klinis vaksin fase pertama dibutuhkan waktu hingga lima tahun, tapi tim ini bisa menyelesaikan dalam waktu enam bulan," katanya mengutip unggahan Facebook LPDP Kementerian Keuangan RI, Senin (19/7/2021).  


Peneliti Berpengalaman

Sebelum melanjutkan studi di University of Oxford, Indra pun sempat menjadi peneliti pada perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang farmasi.

Kiprah Indra dalam penanganan COVID-19 dari sisi vaksin mendapatkan banyak apresiasi salah satunya dari Ketua Satuan Tugas (Satgas) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban.

Melalui akun Twitter pribadinya (@ProfesorZubairi), ia menyampaikan apresiasi dan akan mengingat nama Indra sebagai bentuk penghargaan.

“Saya akan mengingat namanya: Indra Rudiansyah, mahasiswa S3 Program Clinical Medicine, Jenner Institute, Universitas Oxford. Indra adalah bagian dari tim Sarah Gilbert, penemu Vaksin AstraZeneca yang menyerahkan hak paten temuannya itu. Salut,” tulisnya.


Infografis Perbandingan Vaksin COVID-19 Sinovac dengan AstraZeneca

Infografis Perbandingan Vaksin Covid-19 Sinovac dengan AstraZeneca. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Perbandingan Vaksin Covid-19 Sinovac dengan AstraZeneca. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya