Liputan6.com, Jakarta - Penyandang diabetes melitus atau DM lebih mungkin mengalami komplikasi serius akibat virus Corona penyebab COVID-19.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta, diketahui bahwa pasien dengan diabetes memiliki kemungkinan mendapat perawatan intensif lebih dari 2,5 kali dibanding populasi tanpa DM.
Hal tersebut dipaparkan dokter spesialis penyakit dalam di Good Doctor, Rulli Rosandi dalam webinar bersama dengan LSPR Communication and Business Institute belum lama ini.
Advertisement
"Secara umum penyandang diabetes lebih cenderung memiliki gejala dan komplikasi yang lebih parah ketika terinfeksi virus apa pun," kata Rulli.
Dijelaskan Rulli bahwa diabetes melitus adalh gangguan metabolisme yang ditandai dengan kenaikan kadar gula dalam darah akibat gangguan dalam produksi insulin atau gangguan fungsi insulin.
Ada pun beberapa gejala yang mesti diwaspadai, di antaranya sering buang air kecil terutama pada malam hari padahal tidak banyak minum, cepat merasa lapar dan haus, berat badan menurun padahal nafsu makan bertambah, cepat merasa lelah dan mengantuk, serta mudah timbul bisul atau abses dengan kesembuhan yang lama.
Tak hanya itu, tanda-tanda seperti gatal pada kelamin bagian luar, sering kesemutan, gairah seks tiba-tiba menurun, penglihatan kabur yang ditandai dengan seringnya berganti ukuran kacamata, serta ibu yang melahirkan bayi lebih dari empat kilogram disebut Rulli bisa juga diwaspadai sebagai gejala dari DM.
Baca Juga
Namun, Rulli menekankan bahwa untuk menentukan seseorang mengidap diabetes atau tidak, penting bagi orang tersebut untuk memeriksakan kadar gula darahnya.
"Tidak bisa hanya berdasarkan gejalanya saja," ujarnya.
Sebab, lanjut Rulli, seseorang tidak langsung begitu saja menjadi diabetes. Dimulai dari yang normal lalu pre-diabetes, barulah menjadi diabetes.
"Seseorang dikatakan diabetes apabila gula darah puasa (GDP lebih dari 126 mg/dl, gula darah post pembebanan glukosa (GDPP) 200 mg/dl, dan Hba1C lebih dari 6,5 persen," Rulli menekankan.
Bagaimana Diabetes di Indonesia?
Lebih lanjut Rulli, menjelaskan, pasien diabetes di Indonesia terus meningkat yang terlihat dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional.
Pada 2007 persentasenya sebesar 5,7 persen meningkat menjadi 6,9 persen pada 2013. Lalu pada 2018 meningkat lagi menjadi 10,9 persen.
"Apabila penduduk Indonesia berjumlah 250 juta berarti ada sekitar 25 juta penduduk Indonesia yang mengalami diabetes atau yang biasa disebut diabetesi. Selain itu, proporsi diabetes usia muda di Asia Tenggara lebih tinggi dibandingkan wilayah lain," katanya.
"Di Asia Tenggara didominasi usia paruh baya --- 40 sampai dengan 59 tahun --- diikuti usia muda --- 20 sampai 39 tahun. Berbeda dengan di Eropa yang didominasi penduduk usia tua (60—79 tahun)," dia menambahkan.
Gambaran klinis pada pasien DM di bawah usia 40 tahun di Asia menunjukkan banyak tipe 2 dan sering diawali dengan kegemukan serta 80 persen ada riwayat keluarga. Yang menjadi masalah dalam diabetes adalah komplikasinya, seperti stroke, penyakit kardiovaskular, neuropati diabetik, gangguan ginjal, dan gangguan mata.
DM tipe 2 pada usia muda, jelas Rulli, menimbulkan komplikasi yang lebih agresif yaitu komplikasi pada pembuluh darah kecil dan besar lebih cepat timbulnya, berkurangnya usia harapan hidup, mortalitas lebih nyata dibandingkan populasi umum, mortalitas lebih nyata dibandingkan tipe 1, dan komplikasi pembuluh darah besar lebih lebih nyata dibandingkan tipe 1.
Advertisement