Liputan6.com, Jakarta Situasi pandemi COVID-19 yang masih melanda, dunia segera memasuki tahun 2022 yang tinggal menghitung hari. Bersiap memasuki 2022, sejumlah pekerjaan rumah dalam mengendalikan COVID-19 terus diupayakan di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
Koordinator Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan, tantangan mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) dan perkembangan menghadapi kemunculan varian COVID-19. Bahwa herd immunity bukan satu-satunya cara mengakhiri pandemi COVID-19.
Advertisement
Baca Juga
"Adanya herd immunity Indonesia dan beberapa daerah di dunia, tidak serta merta menyelesaikan masalah pandemi. Karena jumlah penduduk dunia ini cukup besar. Kalau kita hitung 70 persen populasi dunia harus divaksinasi, maka perlu 5,53 miliar orang di dunia (dari total 7,9 miliar orang)," jelas Wiku saat Talkshow Good Bye COVID-19, Welcome 2022 (What's Next?), ditulis Jumat (24/12/2021).
"Namun, untuk mencapai herd immunity dunia tersebut harus diikuti dengan vaksinasi. Kita lihat kemampuan vaksinasi masih kurang, vaksin di beberapa negara terbatas, belum logistik dan rantai dingin (cold chain). Maka, butuh waktu untuk bisa mencapai kondisi endemi yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) nanti (dengan mencabut status pandemi)."
Melihat kondisi terkini Tanah Air, yang mana kasus COVID-19 terkendali, menurut Wiku, Indonesia dapat memasuki kondisi endemi lebih cepat ketimbang negara-negara lain di dunia. Kebijakan pengendalian COVID-19 dari pembatasan mobilitas hingga percepatan vaksinasi terus digencarkan.
"Faktor-faktor upaya pengendalian yang kita lakukan, bisa membuat Indonesia seperti memasuki era endemi. Tapi bukan berarti pandemi sudah selesai," lanjut Wiku.
"Karena kondisi tidak selesainya pandemi di daerah lain di dunia, bisa menyebabkan gelombang (gelombang baru COVID-19) ke negara lainnya."
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
Kejar Vaksinasi Lengkap dan Rencana Booster
Upaya mencegah terjadinya gelombang ketiga COVID-19, Indonesia tidak melepaskan pengendalian mobilitas. Peningkatan cakupan vaksinasi dosis lengkap dan protokol kesehatan (prokes) serta memasifkan pemeriksaan (testing) dan pelacakan (tracing) juga dilakukan.
"Vaksinasi bukanlah satu-satunya cara untuk menyelesaikan pandemi, melainkan harus dilengkapi dengan pembatasan mobilitas dan prokes juga 3T. Dan tentunya kita ingin mengejar vaksinasi penuh," Wiku Adisasmito menerangkan.
"Nanti akan ada booster, tapi harus ada evidence based hasil serosurveilans--survei antibodi--yang dilakukan dan menunjukkan, antibodi di Indonesia di berbagai daerah kondisinya sudah mulai menurun, sehingga perlu booster. Apabila tidak, kita harus selektif, kita ingin memastikan coverage vaksinasi lengkap (dua dosis) tercapai. Itu yang penting."
Perkembangan cakupan vaksinasi COVID-19 di Indonesia telah berhasil memenuhi target WHO pada Rabu, 22 Desember 2021. WHO menargetkan setiap negara sekurang-kurangnya mencapai mencapai 40 persen dari total populasi yang akan mendapatkan vaksinasi dosis lengkap pada akhir 2021.
“Sampai hari ini, total masyarakat yang sudah kita suntikkan dosis lengkap (fully vaccinated) mencapai 108.412.315 orang atau 40,12 persen. Artinya, kita lebih cepat dari target yang ditetapkan WHO,” kata Budi Gunadi melalui keterangan resmi Kemenkes, Rabu (22/12/2021).
Budi Gunadi menekankan, capaian vaksinasi tersebut tidak terlepas dari bantuan dan dukungan seluruh komponen bangsa diantaranya TNI, Polri, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, BUMN, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, pihak swasta serta masyarakat.
“Sejak Pemerintah memulai vaksinasi pada Januari lalu, Kementerian Kesehatan terus mendapatkan support dan bantuan dari berbagai pihak. Kami ucapkan terima kasih, karena berkat usaha bersama, cakupan vaksinasi nasional berjalan sesuai yang kita harapkan,” ungkapnya.
Advertisement
Respons Hadapi Varian COVID-19
Tantangan lain yang masih terus diupayakan, Wiku Adisasmito menyoroti, respons dalam menghadapi varian COVID-19. Salah satu yang dihadapi dunia sekarang adalah menghadapi varian Omicron. Walau begitu, tidak menutup kemungkinan kemunculan varian baru COVID-19 di kemudian hari.
"Kenapa varian baru COVID-19 selalu muncul? Selama masih ada penularan yang tidak tuntas di manapun di dunia, termasuk Indonesia, maka potensi untuk terjadinya varian baru tetap ada," tambahnya.
"Semakin cepat kita menyelesaikan pandemi ini (memasuki endemi), semakin kecil potensi menimbulkan varian baru."
Ada beberapa studi menunjukkan bahwa varian Omicron yang muncul di belahan Selatan Afrika ini karena virusnya sendiri bisa berkembang dan menular. Sebagai catatan, hasil ini pun baru indikasi awal. Penularan Omicron semakin menyebarluas.
Di Indonesia, antisipasi mencegah varian COVID-19, termasuk Omicron berupa pengetatan pelaku perjalanan internasional. Dalam hal ini, karantina 10 hari, baik di fasilitas karantina terpusat dan hotel/penginapan wajib dilakukan Warga Negara Indonesia (WNI) yang pulang dari luar negeri.
"Sekarang, penularannya sudah tinggi di Eropa. Bayangkan, di Eropa yang merupakan satu daratan, tidak memungkinkan melakukan karantina di satu wilayah tertentu, seperti karantina di wilayah yang ada di Indonesia," imbuh Wiku.
"Kami di Satgas berupaya meningkatkan pelayanan karantina, terutama warga repatriasi, yakni Pekerja Migran Indonesia (PMI), pelajar/mahasiswa yang baru menyelesaikan studi di luar negeri, dan Aparatur Sipil Negara (ASN)."
Infografis Fasilitas Karantina Gratis untuk Siapa?
Advertisement