Deteksi Kanker Ovarium Sering Terlambat, Shahnaz Haque: Semua Wanita Harus Peduli

Kanker ovarium jadi penyakit kanker yang sering terjadi pada wanita dan terlambat terdeteksi.

oleh Diviya Agatha diperbarui 14 Jan 2022, 20:00 WIB
Diterbitkan 14 Jan 2022, 20:00 WIB
Shahnaz Haque. (Foto: Instagram @shahnaz.haque)
Shahnaz Haque. (Foto: Instagram @shahnaz.haque)

Liputan6.com, Jakarta - Kanker ovarium menjadi penyakit yang banyak terjadi pada wanita. Biasanya, kanker ovarium baru terdeteksi saat pasien sudah berada pada stadium terminal.

Stadium terminal merupakan fase akhir dari stadium lanjut dimana pengobatan sudah tak lagi bisa menyembuhkan penyakit tersebut. Hal ini dikarenakan kanker ovarium sulit untuk dideteksi pada stadium awal.

Maka, berkaitan dengan hal tersebut, Duta Peduli Kanker Ovarium Shahnaz Haque mengungkapkan bahwa semua wanita sebenarnya harus peduli dengan penyakit satu ini.

"Ayo kita bergerak bersama. Iya, semua perempuan musti peduli. Jadi kalau peduli dengan kanker ovarium, ingat dengan 10 jari," kata Shahnaz dalam konferensi pers Kampanye 10 Jari ditulis Jumat, (14/1/2022).

10 Jari adalah kampanye yang dibuat untuk membuat para wanita dapat mengenali apa saja yang menjadi faktor risiko dan tanda dari kanker ovarium, yang mana terdiri dari 6 faktor risiko dan 4 tanda gejala.

Menurut Shahnaz, penting untuk para wanita bergerak bersama. Mengingat kanker ovarium sendiri terjadi pada wanita manapun, termasuk diri sendiri dan anggota keluarga perempuan.

"Ibu kalian perempuan, dan (kalau) punya adik perempuan, kakak perempuan. Kalau misalnya Anda perempuan, Anda mesti peduli dengan sahabat perempuan Anda. Mesti kasih tahu gejala awalnya walaupun enggak pasti. Tapi bisa ada kecurigaan di situ," kata Shahnaz.

Shahnaz mengungkapkan, menjadi Duta Peduli Kanker Ovarium membuatnya mengingat sosok ibunda yang meninggal dunia karena kanker ovarium yang tidak terdeteksi pada stadium awal.

"Ibu saya terlambat. Jadi saya tidak mau melakukan kesalahan yang sama. Ibu saya ketahuan pas stadium empat, sudah terminal. Sudah enggak bisa di apa-apain," ujar Shahnaz.

"Kami semua langsung nangis di situ. Dokter bilang, kami buka, sudah kemana-mana, kami tutup lagi. Bikin senang saja ibu," tambahnya.

Silent killer

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI), Dr. dr. Brahmana Askandar, SpOG(K) mengungkapkan bahwa kanker ovarium seringkali dianggap sebagai silent killer.

Silent killer merupakan istilah yang digunakan untuk penyakit-penyakit yang tidak menunjukkan gejala apapun di awal-awal terkena.

"Penyakit tersebut tidak menunjukkan gejala apapun di stadium awal. Hanya 20 persen dari kanker ovarium yang terdeteksi pada stadium awal," kata Brahmana.

Brahmana menjelaskan, hal tersebut bisa terjadi karena gejala kanker ovarium tidaklah sejelas atau senampak kanker serviks. Itulah yang membuat deteksi dini sulit ditemukan.

"Biasanya pasien datang itu perutnya sudah membesar, sesak karena ada cairan di paru-parunya, atau gangguan buang air besar karena penyebaran di ususnya," ujar Brahmana.

Padahal jika ditemukan pada stadium awal, 94 persen pasien sebenarnya dapat hidup lebih dari lima tahun setelah diagnosis dilakukan. 

Infografis

Infografis Sudah Vaksinasi Covid-19, Yuk Tetap Taat Protokol Kesehatan. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Sudah Vaksinasi Covid-19, Yuk Tetap Taat Protokol Kesehatan. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya