Liputan6.com, Jakarta Penyakit mulut dan kuku (PMK) saat ini tengah ramai diperbincangkan. Hal tersebut lantaran banyak hewan ternak diketahui telah terpapar oleh wabah PMK, bahkan jumlahnya sudah mencapai ribuan.
Sehingga sejak merebaknya kabar tersebut, tak sedikit masyarakat yang merasa khawatir akan tertular oleh virus yang menyebabkan PMK. Terutama bagi mereka yang memiliki kontak erat dengan hewan ternak.
Baca Juga
Dokter hewan sekaligus dosen Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) Institut Pertanian Bogor (IPB), Denny Widaya Lukman pun menegaskan bahwa PMK yang terjadi pada hewan tidak dapat menular ke manusia.
Advertisement
Begitupun pada seseorang yang bertugas untuk menyembelih hewan yang ternyata mengidap PMK namun tidak menunjukkan gejala. Orang yang bersangkutan tidak akan ikut tertular virus dari PMK tersebut.
"Penyakit ini tidak menular ke orang. Sekali lagi, penyakit ini tidak menular ke orang. Pertanyaannya, 'Pak kalau saya menyembelih kebetulan hewannya sakit apakah saya juga akan tertular?'Â Tidak. Sekali lagi, tidak menular ke orang," ujar Denny dalam webinar Sosialisasi Kurban Dalam Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku ditulis Kamis, (30/6/2022).
Namun di sisi lain Denny menjelaskan bahwa manusia dapat membawa virus PMKÂ dari hewan yang sakit ke hewan yang sehat.
"Jadi peran manusia atau perilaku manusia ini sangat penting. Oleh sebab itu kenapa pemerintah mengimbau ataupun melarang lalu lintas hewan dari daerah yang tertular ke daerah yang bebas, karena ini akan membawa virus ke daerah yang bebas," kata Denny.
Dapat Menginfeksi Semua Jenis Hewan Kurban
PMK yang terjadi pada hewan ini disebabkan oleh Aphtovirus famili Picornaviridae dan dapat menginfeksi beberapa hewan berkuku belah. Seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi, dan unta.
Sumber virus yang menyebabkan PMK juga bermacam-macam yakni dapat menular dari hewan yang sakit, hewan yang mati, atau hewan yang tidak menunjukkan gejala sama sekali.
"Pada hewan yang sakit atau yang tidak menunjukkan gejala, maka virus dapat ditemukan di air liurnya, di sperma, di air susunya, dalam jeroan, dan dalam kelenjar pertahanan hewan ketika disembelih," kata Denny.
Hanya saja yang membuat hal ini semakin dikhawatirkan adalah kesiapan hewan sapi, kerbau, kambing, dan domba itu sendiri. Mengingat sebentar lagi umat Muslim akan kembali merayakan Idul Adha dan pemotongan hewan kurban.
Dari semua hewan yang mampu terinfeksi oleh virus PMK, sapi menjadi hewan pertama yang paling banyak disorot. Menurut Denny, hal tersebut lantaran sapi merupakan hewan kurban yang paling rentan untuk terinfeksi PMK.
Advertisement
Prinsip Pemotongan Hewan Kurban
Dalam kesempatan yang sama, Denny pun menjelaskan prinsip-prinsip apa saja yang dapat dilakukan untuk melakukan pemotongan hewan kurban di tengah wabah PMK berlangsung.
Pertama, Denny mengimbau pemotongan hewan kurban untuk dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH). Hal tersebut lantaran hewan kurban akan lebih terawasi kondisinya oleh pemerintah, dokter hewan, dan mantri hewan.
"Namun kami atau kita semua juga paham bahwa tidak semua tempat itu ada RPH, pun kalau RPH dia tidak dapat memenuhi jumlah pemotongan yang luar biasa di Idul Adha. Tapi intinya kenapa di RPH? Karena di RPH itu diawasi," kata Denny.
Selanjutnya Denny menjelaskan bahwa pemerintah dalam peraturan undang-undang juga mengizinkan pemotongan hewan kurban di luar RPH. Namun perlu adanya izin ke pemda setempat dan dinas yang menyelenggarakan fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan.Â
"Karena pemerintah berharap penyakit ini tidak menyebar lebih luas. Jadi jangan sampai tindakan kita dalam proses pemotongan hewan kurban mencemari lingkungan dan hewan di sekitar kita," ujar Denny.Â
Sudah Pernah Terjadi di Indonesia
Lebih lanjut Denny mengungkapkan bahwa PMK yang terjadi pada hewan ini sebenarnya sudah pernah terjadi di Indonesia puluhan tahun yang lalu.
Di Indonesia, PMK pertama kali terdeteksi pada tahun 1887 tepatnya di Kota Malang. Namun pada tahun 1986, Indonesia sudah mendeklarasikan diri bahwa telah terbebas dari PMK.
Bahkan pada tahun 1990, Indonesia juga telah diakui oleh Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (World Organisation for Animal Health/WOAH).
"Jadi kita sempat bebas dari penyakit ini sejak tahun 1990 yang diakui oleh dunia," kata Denny.
Advertisement