Dari Banyak Masalah Gizi, Kasus Stunting Paling Tinggi di Indonesia

Indonesia memiliki banyak persoalan gizi, salah satunya yang paling tinggi masih ditempati oleh stunting.

oleh Diviya Agatha diperbarui 04 Agu 2022, 21:06 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2022, 21:06 WIB
Ilustrasi Stunting
Ilustrasi Stunting. Foto: Ade Nasihudin Liputan6.com (9/11/2020).

Liputan6.com, Jakarta Gizi memainkan peranan penting dalam tumbuh kembang. Saat mengalami kekurangan gizi secara kronis, stunting pun menjadi hal yang berpotensi terjadi dan mengganggu keberlangsungan hidup hingga masa depan anak.

Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021, setidaknya ada sebanyak 24,4 persen atau tujuh juta balita yang mengalami stunting di Indonesia.

Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Ahmad Syafiq, Ir, MSc, PhD pun mengungkapkan bahwa Indonesia masih dihadapkan dengan persoalan Triple Burden of Malnutrition (TBM).

TBM sendiri terbagi menjadi tiga bentuk yakni stunting, wasting, dan underweight. Wasting merupakan masalah gizi yang menyebabkan anak memiliki berat badan yang kurang dibandingkan tingginya.

Sedangkan stunting berkaitan dengan tinggi badan yang tidak sesuai umurnya, dan underweight dimana anak memiliki berat badan yang kurang dibandingkan dengan standar umurnya.

"Masalah kekurangan gizi itu bisa mengambil beberapa bentuk seperti yang sudah sangat terkenal saat ini yaitu stunting. Kemudian wasting, dan underweight. Jadi itu masalah gizi utama dari segi kekurangan gizi," ujar Syafiq dalam acara Kick Off Gerakan Nusantara 2022 bersama PT Frisian Flag Indonesia (FFI), Kamis (4/8/2022).

"Ditambah lagi dengan masalah yang lagi ramai nih, masalah kelebihan gizi. Bentuknya kelebihan berat badan maupun obesitas," tambahnya.

Syafiq menambahkan, persoalan kelebihan berat badan dan obesitas juga merupakan dua hal berbeda. Mengingat keduanya memang memiliki standar masing-masing.

Kekurangan Gizi Mikro

Tanda-tanda Anak yang Mengalami Kekurangan Gizi
Ilustrasi Tanda Anak Kekurangan Gizi Credit: pexels.com/Polesie

Lebih lanjut Syafiq mengungkapkan bahwa masalah gizi tak berhenti pada hal-hal yang telah disebutkan di atas. Melainkan Indonesia juga mengalami masalah kekurangan gizi mikro.

"Ada lagi ditemukan juga masalah kekurangan atau defisiensi mikronutrien. Kalau kekurangan gizi banyak kaitannya dengan gizi makro, karbohidrat, lemak, protein. Ternyata dari segi mikronutrien juga kurang," kata Syafiq.

"Nah ini di Indonesia ditemukan. Ternyata anak-anak kita punya masalah-masalah dengan zat gizi mikro misalnya kurang zat besi, kalsium," Syafiq menjelaskan.

Namun diantara semua masalah yang berkaitan dengan gizi, menurut Syafiq, prevalensi tertingginya masih ada pada stunting. Terlebih, stunting memiliki dampak jangka panjang.

"Prevalensinya tinggi (stunting) dan dampaknya pada kesehatan, produktivitas, dan intelektualitas itu berat. Makanya menjadi prioritas, jadi masalah. Stunting itu cerminan gizi yang sudah berjalan kronis. Artinya sudah lama," ujar Syafiq.

3 dari 10 Anak Indonesia Stunting

Ilustrasi anak stunting
Ilustrasi anak (Foto: Pixabay/PixelLoverK3)

Menurut Syafiq, stunting menjadi masalah gizi yang memang perlu mendapatkan perhatian khusus karena prevalensinya yang begitu tinggi di Indonesia.

"Ini harus segera diatasi. Diantara masalah kekurangan gizi, stunting ini yang persentasenya dan prevalensinya paling tinggi --- Jadi masih tiga dari 10 anak itu masih stunting. Angkanya tinggi sekali," kata Syafiq.

"Pemerintah menargetkan jadi 14 persen turun. Kita semua bekerja sama untuk mencapai target itu. Dampaknya berat sekali, tapi bukan berarti masalah wasting, underweight itu tidak penting. Itu semua penting makanya dalam monitoring status gizi tiga-tiganya digunakan," tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Syafiq menjelaskan bahwa literasi gizi menjadi poin penting dalam hal persoalan gizi. Literasi gizi dapat terbagi menjadi tiga aspek yakni fungsional, interaktif, dan critical.

Menurutnya, ketika anak mendapatkan informasi soal gizi di institusi pendidikan seperti sekolah, maka ia diharapkan dapat menjadi agent of change di rumah dan terjadi literasi yang interaktif dengan orangtua.

Gerakan Nusantara di 250 Sekolah

Ilustrasi anak sekolah
Ilustrasi anak sekolah. (Gambar oleh stokpic dari Pixabay)

Sehingga menurut Syafiq, diharapkan ketika seorang anak mendapatkan informasi soal gizi di rumah, orangtua dapat lebih menyadari soal pentingnya literasi gizi dan menerapkan itu dalam kehidupan anak sehari-hari.

"Secara tidak langsung orangtua bisa ikut berubah karena anaknya mendapatkan pengetahuan dari sekolah --- Jadi si anak itu mampu mengadvokasi orangtuanya bahwa ini yang baik," ujar Syafiq.

Pemaparan di sekolah sendiri telah lama dilakukan oleh PT FFI, tepatnya sejak tahun 2013. Salah satunya dilakukan lewat Gerakan Nusantara (Gernus), sebuah rangkaian program edukasi gizi yang dilakukan di ratusan sekolah.

"Tahun ini kita mulai lagi setelah dua tahun, kita akan coba main ke 250 sekolah (untuk Gernus) di Jabodetabek dan Bandung. Tapi kalau ngomongin 10 tahun, kita sudah kurang lebih di sekitar 4.999 sekolah," kata Corporate Sustainability Development Manager PT Frisian Flag Indonesia, Putra Yuhardiyanto. 

Dengan konsistensi itu kita mengharapkan kita tetap provide better nutrisi dengan cara memberikan edukasi gizi yang baik," pungkasnya.

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi
Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya