Hindari Stigma, WHO Siapkan Nama Baru untuk Cacar Monyet

Penggunaan nama monkeypox bisa menimbulkan stigma mengingat ada nama primata dalam penyakit ini ini.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 18 Agu 2022, 07:00 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2022, 07:00 WIB
Monkeypox
Ilustrasi penyakit cacar monyet atau monkeypox. Credits: pixabay.com by TheDigitalArtist

Liputan6.com, Jakarta World Health Organization (WHO) masih menggodog nama baru untuk penyakit cacar monyet atau monkeypox. Penggunaan nama monkeypox bisa menimbulkan stigma mengingat ada nama primata dalam penyakit ini ini.

Dampak dari penamaan monkeypox, berimbas pada kesejahteraan hewan. Baru-baru ini, ada sebagian monyet yang dibantai karena dikhawatirkan menyebarkan cacar monyet di Brazil. Maka dari itu nama baru penting.

"Istilah monkeypox dibuat jauh sebelum ada aturan mengenai penamaan penyakit. Namun, kita ingin nama yang baru nanti tidak menstigma," kata juru bicara WHO, Fadela Chaib di Jenewa, pada Selasa ini.

Seperti diketahui penamaan monkeypox dilakukan usai penyakit tersebut ditemukan ada di monyet pada 1958. Pada saat itu, belum ada aturan pembuatan nama penyakit dan virus.

"Sangat penting menemukan nama baru untuk cacar monyet karena ini adalah praktik terbaik untuk tidak membuat pelanggaran apa pun terhadap kelompok etnis, wilayah, negara, hewan," kata Chaib.

 

Undang Publik Beri Ide Nama Baru Cacar Monyet

Monkeypox atau penyakit cacar monyet.
Monkeypox atau penyakit cacar monyet. (www.who.int)

Pekan lalu WHO juga mengundang publik untuk memberikan ide nama baru untuk penyakit yang sudah tersebar di 93 negara ini.

Nama penyakit biasanya dipilih secara tertutup oleh komite khusus. Namun, kali ini WHO membuka kesempatan ke publik terkait nama baru cacar monyet.

Poxy McPoxface, TRUMP-22, Mpox adalah nama-nama yang mencuat usai WHO menyampaikan hal tersebut. Hingga saat ini belum ditentukan nama untuk penyakit ini.

Gejala Cacar Monyet

Kenali Perbedaan Khas Cacar Monyet dan Cacar Air yang Tampak dari Tampilannya
Sekilas mirip cacar air, ini bedanya dengan cacar monyet yang tampak dari tampilannya. (pexels/andrea piacquadio).

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes)  RI Mohammad Syahril mengatakan bahwa saat seseorang terinfeksi cacar monyet terjadi dua periode. Periode awal yakni masa invasi dari nol sampai lima hari ditandai dengan gejala demam tinggi, pusing berat, pembesaran kelenjar di leher, ketiak dan selangkangan.

"Jadi, apa sih gejala khasnya? Ya ini, demam tinggi biasanya di atas 38 derajat Celsius, sakit kepala berat atau pusing sekali dan ada benjolan di leher, ketiak, selangkangan serta nyeri otot," tutur Syahril.

Lalu bakal memasuki masa erupsi ini adalah sebuah kondisi 1-3 hari usai demam tinggi. Seseorang yang terinfeksi cacar monyet atau monkeypox bakal mengalami lesi atau ruam pada kulit.

Sekitar 95 persen ruam terjadi di wajah, lalu telapak tangan dan kaki. Lalu ada di mukosa, alat kelami, serta selaput lendir mata.

"Cacar monyet disampaikan bisa sembuh sendiri, setelah 2-4 pekan minggu ruam-ruam pecah dan mengering akan sembh dengan sendirinya," kata Syahril dalam konferensi pers pada Rabu, 27 Juli 2022.

Lalu, apakah penyakit ini bisa menimbulkan kematian? Syahril mengatakan bahwa data menunjukkan angka kematian 0-11 persen.

Infografis Gejala dan Pencegahan Cacar Monyet
Infografis Gejala dan Pencegahan Cacar Monyet (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya