Pikun Bisa Terjadi pada Anak Muda, Wajib Tahu Penyebabnya

Sebagian dari kita mengasosiasikan dengan hal yang terjadi pada orang tua. Nyatanya, anak muda juga bisa pikun.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Jan 2024, 14:01 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2022, 10:00 WIB
[Fimela] Pelupa, 3 Zodiak Ini Harus Banyak Diingatkan
Ilustrasi lupa (Sumber foto: Unsplash.com/Reinaldo Kevin)

Liputan6.com, Jakarta Ketika mendengar pikun, sebagian dari kita mengasosiasikan dengan hal yang terjadi pada orang tua. Nyatanya, anak muda juga bisa pikun seperti disampaikan dokter spesialis saraf konsultan Pukovisa Prawiroharjo.

"Biasanya terjadi akibat trauma otak setelah kecelakaan, penggunaan NAPZA, atau akibat HIV," katanya. 

Pukovisa menerangkan, pikun bisa terjadi pada anak muda karena ada trauma pada otak akibat beberapa hal atau kejadian. 

"Biasanya terjadi akibat trauma otak setelah kecelakaan, penggunaan NAPZA, atau akibat HIV," ujar staf pengajar di Departemen Neurologi FKUI-RSCM itu.

Untuk mengenali tanda dan gejala bisa dengan mengecek LaLiLuLeLo. Ini  merupakan akronim dari Labil (sering labil emosi atau pendiriannya), Linglung, Lupa, Lemot, dan Logika menurun, seperti disampaikan Pukovisa mengutip Antara. 

Selain itu, menanggulangi pikun juga bisa dengan menerapkan formula 4-4-2 untuk menganalogikan persyaratan otak tetap sehat. Formula ini antara lain bebas empat pengganggu otak yakni zat neurotoksik dan adiktif, penyakit karidovaskular dan neurotoksik, pengalaman yang merusak otak, serta penyakit otak).

Kemudian empat bahan baku optimal yang dapat menjaga kesehatan otak yakni nutrisi, istirahat yang cukup, olahraga dan aktivitas seni, serta koleksi memori yang bernilai misalnya memilih memori atau pembelajaran sesuai prioritas untuk pengembangan diri.

Terakhir, sambung Pukovisa, yakni dua karakter mulia berupa kecerdasan dan kreativitas.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Demensia Terkait Genetik?

Pukovisa menyarankan rang-orang melakukan deteksi dini demensia. Sekitar 20 - 30 persen demensia memiliki hubungan dengan genetik, sehingga khususnya orang dengan riwayat keluarga demensia, perlu melakukan deteksi dini.

Pukovisa lalu menyebutkan faktor risiko demensia antara lain kurangnya aktivitas dan olahraga, makanan tidak bernutrisi, mengonsumsi alkohol dan rokok dan mengonsumsi obat tidur yang berkepanjangan.

Faktor risiko lainnya yakni memiliki masalah medis yang sudah ada sebelumnya misalnya pernah mengalami kecelakaan, penyakit gula darah, kolesterol dan tekanan darah tinggi.

Pukovisa berpesan agar masyarakat tidak menyepelekan lupa serta aktif melakukan deteksi dini keluhan lupa, karena lupa dapat ditangani oleh ahlinya, semakin cepat terdeteksi maka akan semakin baik.


Aktivitas Cegah Pikun

Belajar hal baru

Usia sudah banyak bukan berarti tahu semuanya, coba belajar hal-hal baru agar otak tetap terasah. Misalnya belajar Tai Chi, yoga atau berkebun. Bisa juga mencoba rute lain menuju sebuah tempat.

"Berjalan ke sebuah tempat dengan rute berbeda juga membuat saraf-saraf di otak aktif," kata dokter yang juga penulis buku Natural Solutions For Dementia And Alzheimer’s, Marilyn Glenville mengutip Mirror. 

Cari ketenangan

Di tengah kehidupan yang berjalan cepat serta bisingnya kota, cari waktu agar diri tetap tenang. Meditasi 15-30 menit membantu melepaskan stres serta meningkatkan fungsi otak.

Infografis Deretan Efek Negatif Marah bagi Kesehatan Tubuh
Infografis Deretan Efek Negatif Marah bagi Kesehatan Tubuh. (Liputan6.com/Lois Wilhelmina)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya