Kasus Depresi Naik Saat Pandemi COVID-19, Kenali Gejala serta Penanganannya

Di Hari Kesehatan Mental Sedunia, kita diajak untuk meningkatkan kesadaran mengenai berbagai gangguan kesehatan. Salah satunya depresi.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Okt 2022, 15:19 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2022, 15:18 WIB
Mencegah Gangguan Depresi
Ilustrasi Kesehatan Mental Credit: pexels.com/Alexander

Liputan6.com, Jakarta - Tepat di Hari Kesehatan Mental Sedunia yang diperingati pada 10 Oktober, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan penting untuk meningkatkan kesadaran diri akan masalah kesehatan jiwa. Salah satunya tentang depresi. 

Pandemi COVID-19 yang tak kunjung usai menciptakan krisis global untuk kesehatan mental. Hal ini memicu stres jangka pendek dan jangka panjang. Kecemasan dan gangguan depresi meningkat lebih dari 25 persen selama tahun pertama pandemi, menurut WHO. Pada saat yang sama, layanan kesehatan mental yang terganggu menyebabkan melebarnya kesenjangan perawatan kesehatan mental.

Depresi adalah gangguan mental serius yang bisa berakibat fatal bagi pengidap maupun keluarganya. Menurut WHO, sekitar 280 juta atau 3,8 persen orang di dunia terkena depresi. Diperkirakan ada 5 persen orang dewasa dan 5,7 persen lansia di dunia yang hidup dengan depresi.

WHO mengungkapkan bahwa depresi merupakan gangguan kesehatan mental yang menjadi salah satu penyebab disabilitas terbesar di dunia. Yang terburuk, depresi dapat menyebabkan bunuh diri. Lebih dari 700.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun yang menjadikannya penyebab utama kematian keempat untuk usia 15-29 tahun.

Depresi atau major depressive disorder (MDD) adalah gangguan mood yang menyebabkan perasaan sedih dan kehilangan minat yang berkepanjangan. Kondisi ini mempengaruhi bagaimana Anda merasa, berpikir dan berperilaku serta dapat menyebabkan berbagai masalah emosional dan fisik.

Orang dengan kondisi tersebut mungkin mengalami kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari yang normal.

Episode depresi dapat dikategorikan sebagai ringan, sedang, atau berat tergantung pada jumlah dan tingkat keparahan gejala, serta dampaknya pada fungsi individu.

Seperti Apa Kondisi Depresi?

Ilustrasi Gangguan Kesehatan Mental
Ilustrasi gangguan kesehatan mental. (Liputan6.com/Triyasni)

Menurut WHO, selama episode depresi, orang tersebut mengalami suasana hati yang tertekan (merasa sedih, kosong, dan mudah tersinggung) atau kehilangan kesenangan dan minat dalam kegiatan, hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, setidaknya selama dua minggu.

Beberapa gejala lain yang muncul misalnya penurunan konsentrasi, perasaan bersalah berlebihan atau harga diri rendah, keputusasaan tentang masa depan, pikiran tentang kematian atau bunuh diri, gangguan tidur, perubahan nafsu makan atau berat badan, dan merasa sangat lelah.

"Kalau sudah merasa ada yang enggak nyaman di area itu (perasaan/pikiran), sudah pasti ada masalah gangguan jiwa," ujar dokter RSUP Fatmawati dr. Dian Pitawati, SpKJ dalam talkshow bertema "Jadikan Kesehatan Jiwa dan Kesejahteraan unyuk semua sebagai Prioritas Global" pada Senin (10/10/2022).

 

Pentingnya Self-Awareness

Ilustrasi anak dengan gangguan mental
Ilustrasi anak dengan gangguan mental Foto oleh Matheus Bertelli dari Pexels

Meskipun ada perawatan yang diketahui dan efektif untuk gangguan mental, lebih dari 75 persen orang di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah tidak mendapatkan hal ini.

Hambatan untuk perawatan yang efektif termasuk kurangnya sumber daya, kurangnya penyedia layanan kesehatan terlatih dan stigma sosial yang terkait dengan gangguan mental. Selain itu, rendahnya self-awareness atau kesadaran diri mengenai kesehatan mental dan jiwa juga menjadi hambatan.

Salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan mental global ialah dengan meningkatkan self-awareness atau kesadaran diri seperti diungkapkan Dian. 

Self-awareness merupakan upaya dasar yang dapat diterapkan tiap individu untuk menjaga kesehatan jiwa diri kita sendiri demi mencapai kesehatan mental global.

Menurut situs Inner Melbourne Clinical Psychology, self-awareness dapat dilakukan dengan bertanya pada diri kita sendiri:

Apa yang saya rasakan?

Apa yang saya pikirkan? Apa yang saya katakan pada diri saya sendiri?

Emosi apa yang ada di sekitar?

Apa yang ingin saya lakukan atau apa yang saya lakukan sebagai konsekuensi dari bagaimana saya berpikir dan merasakan?

Dian menyatakan, jika sudah merasa ada yang berubah pada diri kita, misalnya kekhawatiran berlebih, rendah diri atau sulit tidur, sudah harus menjadi kesadaran diri kita untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater di fasilitas kesehatan mental.

Bisa Pakai BPJS Kesehatan untuk Konsultasi Kesehatan Mental

[Fimela] Depresi
Ilustrasi Depresi | unsplash.com/@anthonytran

Jika merasa ada yang keseharian berubah, maka segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan terdekat. Terlebih saat ini sudah ada beberapa puskesmas yang memiliki layanan konseling oleh psikolog. 

Bagi Anda peserta JKN KIS yang diselenggarakan BPJS Kesehatan, bisa digunakan untuk berkonsultasi soal kesehatan mental.

"Jangan khawatir, enggak ada biaya," jelas Dian.

"Masyarakat, individu, semuanya yang mau konsultasi ke psikiater bisa menggunakan kartu BPJS-nya untuk datang dan konsultasi," katanya.

Mengutip laman resmi BPJS Kesehatan, peserta JKN bisa mendapatkan akses pengobatan secara gratis, seperti rehabilitasi medis dan konseling dengan psikolog di fasilitas kesehatan seperti disampaikan Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti.

Program ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menangani masalah kesehatan mental di Indonesia. Dengan ini, masyarakat tak perlu lagi khawatir mengenai biaya untuk berkonsultasi ke fasilitas kesehatan mental.

(Penulis: Adelina Wahyu Martanti)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya