Baru 12 Persen Rumah Sakit Punya Rekam Medik Elektronik

Belum semua rumah sakit di Indonesia menerapkan teknologi informasi. Hal ini diungkap dalam survei maturitas teknologi informasi yang dilakukan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI).

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 14 Okt 2022, 12:00 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2022, 12:00 WIB
BPJS Kesehatan
Dari kiri ke kanan, Ketua PERSI Bambang Wibowo, Ketua YLKI Tulus Abadi, Dirut BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, Direktur RS Bali Mandara Ketut Suarjaya, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar (12/10/2022).

Liputan6.com, Jakarta - Belum semua rumah sakit di Indonesia menerapkan teknologi informasi. Hal ini diungkap dalam survei maturitas teknologi informasi yang dilakukan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI).

Menurut Ketua PERSI Bambang Wibowo, survei ini dilakukan dengan sampel sebanyak 500 rumah sakit. Hasilnya, masih ada 8 persen rumah sakit yang belum menerapkan teknologi informasi.

“Masih ada 8 persen RS masih belum menerapkan teknologi informasi. Selain itu baru 12 persen dari sampel 500 RS yang memiliki rekam medik elektronik,” kata Bambang dalam konferensi pers di RSUD Bali Mandara, Bali, Rabu (12/10/2022).

Dengan begitu, kondisi rumah sakit di lapangan saat ini masih bervariasi. Ada rumah sakit yang sangat maju ada pula yang masih kurang.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti menyampaikan soal penerapan digitalisasi layanan kesehatan khususnya yang dilakukan di fasilitas kesehatan.

Menurutnya, digitalisasi ini lahir dari kolaborasi yang semakin intensif antara BPJS Kesehatan dan berbagai stakeholder.

“Kolaborasi ini diharapkan memantapkan kerja sama dalam meningkatkan pelayanan kepada peserta melalui pengembangan dan inovasi digital.”

BPJS Kesehatan bersinergi dengan Kementerian Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan seperti PERSI untuk mendorong penerapan digitalisasi di fasilitas kesehatan.

“Bagi faskes yang belum siap dalam penerapan digitalisasi, kami siap membantu dan mempersilakan faskes untuk memanfaatkan sistem yang sudah dimiliki BPJS Kesehatan.”

“Silakan menggunakan sistem yang sudah kita miliki, misalnya sistem antrean online. kami sudah siapkan untuk fasilitas kesehatan baik Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun rumah sakit, gratis. Kami juga siap melakukan integrasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS),” ujar Ghufron.


Jadi Nilai Tambah

Ghufron menambahkan, penerapan digitalisasi layanan bisa menjadi nilai tambah baik bagi rumah sakit maupun BPJS Kesehatan.

Bambang pun mengapresiasi upaya BPJS Kesehatan untuk mendorong rumah sakit dalam hal peningkatan kualitas layanan melalui sistem digitalisasi. Dengan antrean online waktu tunggu pasien untuk mendapat layanan kesehatan menjadi semakin pendek.

“Tentu dengan semakin pendeknya waktu layanan, kami berharap bukan hanya waktunya yang menjadi target, tapi kualitas layanan juga harus didorong. Saat ini yang menjadi sorotan adalah waktu tunggu di layanan farmasi,” kata Bambang.

Untuk itu upaya yang dilakukan PERSI adalah membangun sinergi bersama termasuk BPJS Kesehatan dalam hal penetapan indikator kualitas layanan. Indikator kualitas layanan ini misalnya soal waktu respons layanan dan penggunaan teknologi informasi. Dengan adanya indikator kualitas layanan, PERSI melihat sudah ada peningkatan rumah sakit dalam mengoptimalkan layanan.


Waktu Tunggu Layanan Semakin Pendek

Waktu tunggu pelayanan yang semakin pendek juga diaminkan oleh Direktur RS Bali Mandara dr. Ketut Suarjaya.

Menurutnya, waktu tunggu layanan pasien rawat jalan saat ini memang sudah semakin pendek. Hal tersebut dilakukan karena kolaborasi yang apik antara BPJS Kesehatan dan rumah sakit dalam menerapkan digitalisasi.

“Idealnya waktu tunggu pasien rawat jalan mulai dari pendaftaran sampai mendapat layanan adalah kurang dari 60 menit. Sebelum optimalisasi penerapan antrean online baru 66 persen yang berhasil mencapai kurang dari 60 menit, tapi setelah diterapkan, jumlahnya meningkat jadi 96,7 persen,” kata Ketut dalam acara yang sama.

Ia menambahkan, berbagai pelayanan digital terus dilakukan RS Bali Mandara, mulai dari integrasi SIM RS, penerapan antrean online, dashboard ketersediaan tempat tidur yang terintegrasi Mobile JKN hingga verifikasi digital klaim.


Literasi Program JKN

Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, keterbukaan informasi di rumah sakit juga penting untuk mencerminkan transparansi dan akuntabilitas.

“Sangat penting untuk meningkatkan literasi Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kepada masyarakat. Dengan begitu, masyarakat bisa terpapar product knowledge, bisnis proses, hak kewajiban dan prosedur,” kata Tulus.

“Harapannya, masyarakat akan semakin paham dan tidak ada keluhan karena ketidaktahuan,” lanjutnya.

Senada dengan Tulus, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar juga menyorot masih perlu edukasi terkait pelayanan JKN.

“Regulasi JKN cukup banyak yang berubah, tapi masyarakat mungkin tidak hafal atau paham. Kami juga berharap digitalisasi juga dilakukan efisiensi biaya, fleksibilitas administrasi layanan dan kepesertaan JKN ke depan," kata Timboel dalam acara tersebut.

Infografis Iuran BPJS Kesehatan Peserta Mandiri Batal Naik. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Iuran BPJS Kesehatan Peserta Mandiri Batal Naik. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya