Remaja SMK di Turi Bunuh Diri, Kriminolog Ungkap Alasan Mengakhiri Hidup di Desa dan Kota

Remaja di Turi, Sleman, ditemukan bunuh diri di kamarnya setelah mengunggah story Whatsapp bertuliskan “See you man teman.”

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 18 Feb 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2023, 13:00 WIB
Ilustrasi berkabung
Ilustrasi berkabung. Foto: Freepik.

Liputan6.com, Jakarta Remaja di Turi, Sleman ditemukan bunuh diri di kamarnya setelah mengunggah story Whatsapp bertuliskan “See you man teman.”

Pelajar sekolah menengah kejuruan (SMK) itu mengakhiri hidupnya dengan gantung diri pada 14 Februari 2022. Kurang dari satu bulan lalu, tepatnya pada 27 Januari 2023 kasus serupa juga terjadi di kecamatan yang sama. Korbannya pun sama-sama remaja setara SMK.

Kasus ini mendapat perhatian dari kriminolog Haniva Hasna. Ia pun menerangkan soal kasus bunuh diri yang terjadi di desa dan di kota.

Menurutnya, kasus bunuh diri di desa maupun di kota keduanya akibat kurangnya keterampilan mengelola tekanan hidup.

“Namun perbedaannya, bunuh diri yang dilakukan oleh warga kota atau masyarakat negara maju merupakan salah satu fenomena peradaban. Dilakukan oleh orang-orang yang memiliki ilmu tapi sedikit sekali sentuhan rohani, kosongnya kebutuhan jiwa serta lemahnya iman,” kata perempuan yang juga pemerhati anak dan keluarga itu kepada Health Liputan6.com, Jumat (17/2/2023).

Bunuh diri di perkotaan termasuk gejala krisis modern, ditandai dengan kerusakan dalam jalinan struktur perilaku manusia dalam kehidupan masyarakat. Berawal dari level pribadi (individu) yang berkaitan dengan persepsi, motif, dan respons terhadap konflik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Bunuh Diri di Daerah

Sedangkan, warga daerah melakukan bunuh diri karena mengalami kondisi anomie (anormatif) atau apatis.

Bunuh diri dengan dasar anormatif bisa disebabkan karena kemiskinan, kekacauan, dan penyakit kronis yang tak kunjung sembuh.

Di daerah, ada pula perbedaan sosial masyarakat yang membuat seseorang melakukan bunuh diri. Bisa karena egoistis, yaitu kerapuhan hubungan dalam keluarga atau kekerabatan. Kasus bunuh diri ini contohnya disebabkan oleh pertengkaran atau percekcokan antar keluarga.

Sebaliknya, bisa pula karena menguatkan ikatan kekeluargaan dan kekerabatan. Dalam hal ini, bunuh diri dianggap sebuah aturan keluarga, kehormatan keluarga, atau semangat heroik. Ini disebut juga dengan altruistis.


Kontrol Sosial Pertama

Lebih lanjut, kriminolog yang karib disapa Iva itu menyampaikan bahwa keluarga adalah faktor utama perkembangan seorang anak. Kontrol sosial pertama dalam kehidupan remaja adalah keluarga.

“Ketika kedekatan keluarga terjalin dengan baik, komunikasi lancar, ada secure attachment dalam keluarga, maka keluarga itu memiliki fungsi pencegahan kejahatan atau perilaku menyimpang.”

Masalahnya, saat ini orangtua tidak berhasil mengenal anaknya sendiri yang dituntut hanya prestasi akademik, namun tidak diimbangi dengan kasih sayang serta kedekatan secara fisik dan jiwa.

Berbagai alasan diungkapkan oleh orangtua terkait kedekatan. Dari yang sibuk bekerja hingga pengalaman pengasuhan masa lalu yang sering diabaikan orangtua, tapi tetap menjadi pribadi yang mandiri dan berprestasi.


Orangtua Sering Lupa

Iva juga menyampaikan, orangtua sering lupa bahwa zaman sudah berubah.

“Bisa jadi dulu orangtua kita sibuk bekerja namun setiap malam masih menyempatkan nonton TV bersama sambil memberikan nilai-nilai keluarga. Saat ini justru anak dan orangtua hidup dalam kluster tersendiri dalam kamar dengan gadget di tangan.”

“Anak terlalu banyak tekanan hidup dari ketidakharmonisan hingga tuntutan sekolah serta tekanan peer group,” kata Iva.

Kelelahan jiwa ini tidak diimbangi dengan bekal mental, nilai serta moral dari orangtua. Lalu, orangtua juga menganggap bahwa masalah anak adalah masalah sederhana yang tidak perlu didengarkan.

Kondisi ini membuat anak merasa terabaikan dan merasa bukan sebagai prioritas. Anak merasa tidak berharga sehingga memilih mengakhiri hidupnya, karena dia menganggap kematiannya akan melepas beban hidupnya dan tidak pula membuat keluarganya merasa kehilangan dirinya.

 

KONTAK BANTUAN

Bunuh diri bukan jawaban apalagi solusi dari semua permasalahan hidup yang seringkali menghimpit. Bila Anda, teman, saudara, atau keluarga yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit, dilanda depresi dan merasakan dorongan untuk bunuh diri, sangat disarankan menghubungi dokter kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) terdekat.

Bisa juga mengunduh aplikasi Sahabatku: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.tldigital.sahabatku

Atau hubungi Call Center 24 jam Halo Kemenkes 1500-567 yang melayani berbagai pengaduan, permintaan, dan saran masyarakat.

Anda juga bisa mengirim pesan singkat ke 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat surat elektronik (surel) kontak@kemkes.go.id.

Fenomena Bunuh Diri di Gunungkidul
Infografis mengenai angka bunuh diri di Gunungkidul
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya