[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: 75 Tahun WHO dan Perjalanan Kesehatan Dunia

Hari ini, Jumat, 7 April 2023 adalah hari jadi ke 75 WHO.

oleh Prof Tjandra Yoga Aditama diperbarui 07 Apr 2023, 15:00 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2023, 15:00 WIB
WHO
Organisasi Kesehatan Dunai (WHO). (Foto: who.int)

Liputan6.com, Jakarta - Hari ini, Jumat, 7 April 2023 adalah hari jadi ke-75 Organisasi Kesehatan Dunia/WHO, dan ini beberapa kilas perjalanan kesehatan dunia dalam 75 tahun.

  •  1950 dimulai era penemuan dan penggunaan antibiotika
  •  1952 dan 1961 ditemukan vaksin polio, sehingga dunia kini bergerak menuju eliminasi polio, “the near-eradication of polio”.
  •  1969 disepakati “International Health Regulations (IHR)” yang pertama, yang kemudian disempurnakan dan bentuk yang kini digunakan adalah IHR 2005.
  •  1974 dimulai Program Pengembangan Imunisasi - PPI (“Expanded Programme on Immunization - EPI”). PPI ini dilakukan di semua negara, termasuk di negara kita. Hanya sayangnya ketika COVID-19 kegiatannya mengendur sehingga kini kita kembali berhadapan dengan masalah polio, difteri dan campak di tanah air.
  •  1975 dibentuk “Special Programme for Research and Training in Tropical Diseases”, untuk menunjang program pengendalian penyakit tropik terabaikan, yang beberapa diantaranya masih jadi masalah di negara kita, seperti kusta. Dalam hal ini, Indonesia salah satu dari tiga besar di dunia. Kemudian ada demam keong atau skistosomiasis di mana hanya sedkit saja negara yang masih ada kasusnya, serta rabies yang belum lama ini menyerang Bali, dll.
  •  1978 diluncurkan program pengendalian diare secara global (“Global diarrhoeal diseases programme”), dan sejak itu kita mengenal penggunaan oralit secara luas.
  •  1980 dunia berhasil menghilangkan penyakit cacar (“smallpox”).
  •  1983 virus HIV ditemukan dan pada 1987 mulai ditemukan obat antiretroviral nya.
  •  1999 dimulailah strategi global untuk pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM).

 

Perjalanan WHO dan Kesehatan Dunia Sejak Tahun 2000

  •  2003 dunia menyepakati traktat kesehatan pertama yaitu “WHO Framework Convention on Tobacco  Control”, untuk pengendalian penggunaan tembakau dan merokok. Sayangnya Indonesia sampai kini tidak juga menandatangani piagam penting ini dan tidak ikut didalamnya.
  •  2004 ditetapkan program keselamatan di jalan (“UN Road Safety Collaboration”),
  •  2009 dunia menghadapi pandemi Influenza H1N1, yang pada 2010 berhasil dikendalikan, hanya 1 tahun beberapa bulan saja.
  •  2011 dunia menyepakati “Pandemic Influenza Preparedness Framework” sesudah diplomasi internasional yang amat panjang selama 4 tahun, dimana saya ikut terlibat amat aktif di dalamnya. Tiga prinsip dasar framework ini adalah “equity”, tranparansi dan “benefit sharing”, tiga hal amat penting yang menunjukkan kesetaraan negara-negara di dunia.
  •  2013 disepakati adanya program kesehatan jiwa yang menyeluruh, “Comprehensive Mental Health Action Plan”
  •  2016 Sidang Umum PBB mengadopsi deklarasi menangani resistensi anitmikroba (“antimicrobial resistance – AMR”). Karena ini tantangan kesehatan dunia amat penting, bahkan disebut sebagai “silent pandemi” maka deklarasi ini langsung diikuti berbagai kegiatan, dan saya pernah menjadi koordinator AMR di WHO Asia Tenggara.
  •  2017 diluncurkan program kerjasama kota sehat “Partnership for Healthy Cities”, yang prinsip dasarnya seyogyanya menjadi salah satu perhatian penting dalam pendirian Ibu Kota Negara (IKN) yang baru.
  •  2019 para pimpinan dunia menyepakati deklarasi tentang “universal health coverage”, agar semua warga bumi mendapat pelayanan kesehatan esensial yang bermutu.

Sejak 2020, WHO dan dunia disibukkan dengan pandemi COVID-19. Selain pengendalian COVID maka dalam tiga tahun belakangan ini juga dicapai kemajuan kesehatan lain, yaitu antara lain

  • obat oral untuk MDR TB pada 2020
  • vaksin malaria untuk anak pada 2021, dan
  • kesepakatan “One Health” antara kesehatan manusia, kesehatan hewan, tanaman dan lingkungan di tahun 2022.

Sebagai pensiunan WHO, dan sebagai warga dunia, saya dan kita berharap semoga WHO dapat terus meningkatkan kinerjanya untuk kesehatan dunia.

 

Prof Tjandra Yoga Aditama

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya