Liputan6.com, Jakarta Pada 8 Mei mendatang, seluruh dunia akan kembali memperingati Hari Talasemia Sedunia termasuk Indonesia. Bagi beberapa orang awam, Thalassemia mungkin masih asing di telinga.
Lantas, apa saja sih yang perlu diketahui soal Thalassemia?
Baca Juga
Penyakit satu ini sebenarnya sudah cukup banyak diidap oleh masyarakat Indonesia. Menurut Ketua UKK Hematologi Onkologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr dr Teny Tjitra Sari, SpA(K), setidaknya data hingga 2020 menunjukkan ada kurang lebih 11 ribu kasus Thalassemia di Indonesia.
Advertisement
"Saat ini tercatat yang terbanyak adalah sekitar Jawa Barat," ujar Teny dalam konferensi pers Peringatan Hari Thalassemia Sedunia 2023 bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Jumat (5/5/2023).
Thalasemia, Sel Darah Merah Tak Terbentuk
Teny menjelaskan, Thalassemia merupakan sebuah kelainan darah merah bawaan akibat tidak terbentuk dengan sempurnanya sel darah merah dalam tubuh.
"Ada rantai yang terganggu sehingga bentuk dari sel darah merah ini tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya apa? Dia tidak berfungsi dengan baik dan akhirnya mengalami kekurangan darah yang kita sebut dengan anemia," kata Teny.
"Masyarakat juga bilangnya tekanan darah (rendah). Tapi ini yang dimaksud adalah darahnya yang rendah, bukan tekanan darahnya. Jadi kadar Hemoglobin yang dimaksud," sambungnya.
Thalassemia sendiri merupakan kelainan darah yang diturunkan dari orangtua pembawa sifat. Artinya, dua orang yang sama-sama memiliki Thalassemia atau hanya salah satunya akan berisiko melahirkan anak dengan Thalassemia pula.
Masalah Kesehatan yang Muncul Akibat Thalassemia
Lebih lanjut Teny mengungkapkan bahwa ada tiga masalah kesehatan terbesar yang muncul akibat Thalassemia. Seperti anemia kronis, infeksi, dan kelebihan besi.
"Kenapa bisa terjadi? Karena sel darah merah yang terbentuknya tidak normal, kemudian mudah hancur, dan akhirnya timbul pucat atau yang disebut anemia. Jadi kalau dilihat, gambar darah merahnya cuma sedikit," ujar Teny.
Teny menambahkan, akibat anemia yang dialami, pasien membutuhkan transfusi darah secara rutin untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi dalam tubuh.
"Biasanya dideteksi saat anak-anak. Sehingga tumbuh kembangnya tentu akan terganggu kalau dia tidak mendapatkan transfusi," kata Teny.
Terlebih, jika transfusi tidak dilakukan, maka akan muncul gangguan pada tumbuh kembangnya. Termasuk berisiko membuat terjadinya perubahan bentuk fisik.
Advertisement
Thalassemia Butuh Transfusi Darah Seumur Hidup
Selanjutnya, Teny mengungkapkan bahwa pasien Thalassemia akan membutuhkan transfusi darah seumur hidup. Sebab, transfusi darah tersebut dapat membantu zat besi untuk masuk pada tubuh pasien.
Setidaknya setiap satu kantong darah akan mengandung 250 miligram besi. Dari sanalah, pasien Thalasemia bisa memiliki persediaan zat besi. Sayangnya, transfusi darah ini jugalah yang masih menjadi persoalan.
"Persediaan darah terbatas. Ini akan terasa sekali, kan kita juga kemarin baru menjalani bulan puasa ya, hari besar, banyak pendonor yang mungkin memang terbatas karena sedang terbatas. Harus pulang kampung segala," ujar Teny.
Kendala Soal Transfusi Darah Pasien Thalassemia
Teny mengungkapkan bahwa akibat adanya kendala dalam pendonor darah itulah, persediaan darah menjadi terbatas. Hal ini yang kemudian menyebabkan pasien Thalassemia rentan tidak mendapatkan transfusi yang baik.
Apalagi menurut Teny, tidak semua daerah di Indonesia bisa menyediakan jenis darah maupun fasilitas yang mumpuni seperti apa yang dibutuhkan oleh pasien Thalassemia.
"Kebutuhan darah sebenarnya banyak tapi jumlah yang mendonor sedikit. Hasilnya mereka tidak mendapatkan transfusi dengan baik," pungkasnya.
Advertisement