Lebih dari 35 Ribu Bayi Berisiko Idap Hepatitis B karena Terlahir dari Ibu yang Positif Hepatitis

Sebanyak 35.757 bayi terlahir dari ibu yang positif hepatitis dan berisiko menjadi pengidap hepatitis bila tidak mendapatkan pelayanan lanjut pada 2022.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 19 Mei 2023, 14:02 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2023, 14:02 WIB
ilustrasi bayi
Bayi yang terinfeksi hepatitis B kemungkinan untuk menjadi kronis dan sirosis hingga 80 persen. (Photo by Peter Oslanec on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr Mohammad Syahril mengatakan, penularan kasus hepatitis didominasi oleh penularan langsung dari ibu ke anak.

Diketahui, penularan hepatitis B, C, dan D secara umum terjadi melalui sejumlah hal yakni secara vertikal langsung dari ibu pada anak, melalui cairan tubuh (air ludah, cairan sperma), dan aktivitas seksual tidak aman, menggunakan tindik atau tato, maupun penggunaan jarum suntik tidak steril pada pengguna narkoba.

"Penularan Hepatitis B dari veritkal ibu ke anak menyumbang sebesar 90-95 persen dari seluruh sumber penularan lainnya," ujar Syahril, dilansir laman Sehatnegeriku.

Berdasarkan data Kemenkes, sebanyak 35.757 bayi terlahir dari ibu yang positif hepatitis dan berisiko menjadi pengidap hepatitis bila tidak mendapatkan pelayanan lanjut pada 2022.

Bayi yang terinfeksi hepatitis B kemungkinan untuk menjadi kronis dan sirosis hingga 80 persen. Menurut Syahril, penting untuk memutus alur penularan karena hingga kini belum ada pengobatan hepatitis yang efektif.

“Pemberian vaksin hepatitis B secara lengkap dan tepat dapat menurunkan prevalensi hepatitis B. Tetapi masih terdapat permasalahan yang harus dihadapi yaitu risiko untuk menjadi sirosis dan hepatoma serta belum ada pengobatan yang efektif,” jelas Syahril.

Data kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan, sebanyak 7,1 persen atau 18 juta masyarakat Indonesia terinfeksi hepatitis B. Dari jumlah tersebut 50 persen diantaranya berisiko menjadi kronis dan 900.000 dapat menjadi kanker hati.

Bahkan hepatitis B menjadi empat besar penyebab kematian di Indonesia, dengan perkiraan kematian setiap tahunnya sebesar 51.100 kematian. 

Prioritas Pemerintah Putus Penularan Hepatitis

Sebanyak 50.744 Ibu hamil positif hepatitis B pada tahun 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 35.757 bayi lahir dari Ibu yang positif hepatitis B. Kendati sebagian besarnya sudah mendapatkan imunisasi Hb0 dan HBg kurang dari 24 jam. Namun masih didapati 135 bayi positif Hepatitis B pada usia 9-12 bulan.

Saat ini, kata Syahril, pemerintah memprioritaskan memutus atau mencegah sedini mungkin penularan hepatitis.

Khusus untuk hepatitis B, dilakukan deteksi dini Hepatitis B yang terintegrasi dengan pemeriksaan HIV dan Sifilis untuk minimal 80 persen ibu hamil (atau disebut juga dengan Triple Eliminasi). Tujuannya untuk memutus atau mencegah penularan secara vertikal dari ibu ke anak.

Upaya Kurangi Penularan Hepatitis

Adapun sejumlah upaya lain mengurangi insiden penularan hepatitis yaitu pemberian imunisasi Hepatitis B tiga dosis pada bayi juga masuk ke dalam program imunisasi nasional.

Demikian pula dengan pemberian HB0 kurang dari 24 jam untuk mengurangi transmisi dari ibu ke bayi. Selain itu juga dilakukan Pemberian HBIg pada bayi lahir dari ibu reaktif HBsAg, dan Pemberian Tenofovir pada bumil dengan viral load tinggi.

Deteksi Dini dan Hindari Perilaku Seks Berisiko

Deteksi dini juga harus dilakukan bagi kelompok berisiko seperti pengguna jarum suntik (penasun) dan eks penasun, ODHIV, pasien hemodialisa, populasi kunci seperti WBP, PS, dan LSL, riwayat transfusi, riwayat tato, tindik dan penggunaan alat medis tidak steril harus dilakukan untuk memutus penularan.

Secara khusus Syahril mengimbau masyarakat Indonesia untuk menghindari praktek seks berisiko. Ini karena penularan Hepatitis terjadi melalui cairan tubuh, termasuk dari air mani dan air liur.

”Contohnya melakukan ciuman sampai terjadi perlukaan dapat menularkan virus Hepatitis, dan jangan lupa untuk menggunakan pengaman agar menghindari hal-hal yang dapat beresiko penularan untuk kesehatan dan pertumbuhan anak."

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya