Rokok Elektrik Ganggu Sistem Pernapasan Anak, Dokter Saran Segera Jauhi Perokok Aktif

Rokok elektrik tidak hanya membahayakan penggunanya. Para pakar menilai aerosol (uap yang keluar dari rokok elektrik yang berasal dari bahan kimia juga bisa menyebabkan sejumlah penyakit pada anak.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 27 Mei 2023, 20:36 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2023, 20:30 WIB
Ilustrasi rokok elektrik
Ilustrasi rokok elektrik. (Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta Rokok elektrik tidak hanya membahayakan penggunanya namun juga bagi perokok pasif seperti anak-anak.

Para pakar menilai aerosol (uap yang keluar dari rokok elektrik) yang berasal dari bahan kimia dapat menyebabkan sejumlah penyakit bagi anak anak.

Dokter Spesialis Anak Subspesialisasi Pulmonologi Respirologi IDAI & Sekretaris Satgas Penanggulangan Bencana IDAI Dimas Dwi Saputro mengatakan, rokok elektrik menghasilkan aerosol yang bisa merusak paru-paru anak.

"Rokok elektrik menghasilkan aerosol (asap) dengan memanaskan cairan yang biasanya mengandung nikotin-obat adiktif. Walaupun zat adiktif lebih sedikit dibandingkan rokok konvensional, namun ada bahan kimia lain, termasuk timbal dan senyawa organik lain yang mudah menguap sehingga aerosol ini dapat masuk ke paru-paru dan menyebabkan kanker," jelasnya dalam Seminar Media dan Awam “Hari Tanpa Tembakau Sedunia”, Sabtu (27/5/2023).

Akibat Mencoba Rokok Elektrik

Dimas mengatakan, rokok elektrik bisa menyebabkan Penyakit paru terkait rokok elektrik atau disebut EVALI (singkatan dari e-cigarette or vaping product use associated lung injury).

Di Amerika, per 5 November 2019 terdapat 2.051 kasus EVALI dengan 39 pasien meninggal dunia.

"Rokok elektrik disebut mengandung 29 sampel cairan bilas bronkus alveolar (BAL), 100 persen mengandung vitamin E asetat, 82 persen mengandung THC, 62 persen mengandung nikotin," jelas Dimas.

Dilansir dari People, para pasien yang mengalami EVALI akan terkena gejala seperti pneumonia yaitu batuk, nyeri dada, dan sesak napas. Di samping itu, gejala lainnya adalah sakit perut, mual, muntah, dan diare disertai demam, rasa dingin, dan penurunan berat badan.

"Efek berbahaya bukan hanya menggangu sistem respiratorik seperti iritasi pernapasan, abnormalitas fungsi pernapasan, efem paru, cedera epitel saluran napas, hipoksia jaringan yang menetap, EVALI. Namun juga mengganggu sistem tubuh lainnya seperti sitotoksik, stres oksidatif, peningkatan inflamasi, kerusakan fungsi endotel, peningkatan aktivasi trombosit dan leukosit, kekakuan pembuluh darah arteri, karsinogenik atau potensial karsinogenik," ujar Dimas.

 

Belum Ada Aturan Soal Sanksi Pidana Merokok Dekat Anak

Spesialis psikologi forensik yang juga Konsultan Lentera Anak Foundation Reza Indragiri turut angkat bicara. Menurutnya, ancaman bahaya kesehatan rokok elektrik pada anak-anak masih kasat mata.

"Saya tidak menemukan satu pasal pun di Indonesia memposisikan anak yang betul-betul terlindungi--dalam pengertian orang yang berada di sekitar anak, baik teman sebaya, ornagtua, masyarakat dewasa akan kena sanksi pidana jika merokok," katanya.

Padahal, kata Reza, kita tahu persis dampak rokok tidak bisa dipandang sebelah mata. "Memang selain tanggung jawab orangtua dan guru di sekolah, negara harus hadir memberikan perlindungan ekstra pada kelompok rentan. Kalau sepakat, anak ini bisa masuk kelompok rentan," katanya.

Mengacu pada hukum di luar negeri, Reza mengatakan ada beberapa kasus yang dapat menjadi acuan dalam melindungi anak dari paparan rokok. Seperti misalnya kasus hakim tingkat banding di Amerika yang akhirnya membolehkan anak untuk tinggal di rumah orang tua angkat karena orang tua kandungnya hidup laksana lokomotif berbahan bakar batu bara.

Begitu pun, lanjut Reza, ada seorang hakim di Ohio yang menetapkan syarat bahwa orangtua boleh mengajak anaknya berjalan-jalan hanya jika mereka sanggup melarang siapa pun merokok di hadapan anaknya.

Selain itu, hakim pengadilan di New York yang mengabulkan perminataan anak agar negara memberikan perlindungan dari ancaman kesehatan yang bisa ia derita akibat terpapar asap rokok ibunya. "Ini anaknya cerdas sekali, dia begitu kritis sehingga memiliki keberanian dan bisa membawa kasus ini ke hukum," kata Reza.

Mengatasi Adiksi Rokok pada Anak dan Remaja.

Sekretaris Satgas Remaja IDAI dr Angga Wirahmadi dalam acara yang sama menyampaikan sejumlah tantangan orangtua dan guru dalam mengatasi adiksi rokok pada anak dan remaja.

"Tidak mudah bagi remaja untuk berhenti merokok jika sudah kecanduan. Namun orangtua dan guru bisa mendukung remaja mencari bantuan terkait berhenti merokok. Jangan membiarkan ketika mengetahui remaja merokok," ujarnya.

Angga mengungkapkan, ada beberapa cara optimal untuk remaja berhenti merokok.

"Program harus mencakup terapi psikososial, melibatkan peran sekolah dan kelas dalam mengobati adiksi merokok, minimal harus mengikuti 5 sesi program agar kemungkinan berhasil lebih tinggi dan pemantauan mengenai perilaku merokok sampai 1 tahun pascaberhenti," katanya.

Terapi psikososial ini dianggap paling efektif untuk membantu remaja berhenti merokok. Sebab ada beberapa metode seperti 5A (Ask-Advice-Assess-Assist-Arrange) serta menggunakan berbagai jenis metode motivasi untuk melihat tujuan dan kepercayaan remaja terkait rokok.

Ada pula terapi farmakologis yang menggunakan obat-obatan atau pengganti nikotin seperti permen karet, patch, tablet hisap dan lainnya.

Cara Mencegah Paparan Rokok Elektrik

Dimas mengatakan, satu-satunya cara untuk mencegah paparan rokok elektrik adalah menjauhi perokoknya.

"Jauhi perokok untuk mengurangi faktor paparan. Selebihnya, konsumsi makanan tinggi antioksidan yang bisa didapat dari sayuran dan buah untuk melindungi tubuh dari efek radikal bebas yang bisa menimbulkan beragam penyakit. Terutama cari yang kadar vitaminnya tinggi," pungkasnya.

Infografis Cukai Rokok Naik 10 Persen, Cukai Rokok Elektrik Naik 15 Persen
Infografis Cukai Rokok Naik 10 Persen, Cukai Rokok Elektrik Naik 15 Persen (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya