Jepang Dibayangi Krisis Demografi, Lansia dan Ibu Rumah Tangga Kembali Bekerja

Tak hanya jumlah lansia yang tinggi, Jepang juga menghadapi anjloknya angka kelahiran dan menyusutnya angkatan kerja.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 19 Sep 2023, 11:00 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2023, 11:00 WIB
Ilustrasi Jepang
Ilustrasi Jepang. (Sofia Terzoni/Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Bayang-bayang krisis demografi di Jepang semakin tampak. Lebih dari 10 persen populasi di Jepang berusia 80 tahun atau lebih.

Angka demografi yang dirilis Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, proporsi lansia Jepang yang didefinisikan sebagai usia 65 tahun ke atas juga berada di angka yang juga tinggi, yakni 29,1 persen dari populasi. Angka tersebut tercatat sebagai tertinggi di dunia.

Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi merilis angka demografi tersebut guna memperingati Hari Penghormatan pada Lansia yang merupakan hari libur nasional di Jepang.

Tak hanya jumlah lansia yang tinggi, Jepang juga menghadapi anjloknya angka kelahiran dan menyusutnya angkatan kerja. Hal tersebut berdampak pada pendaan dana pensiun dan layanan kesehatan seiring dengan melonjaknya permintaan populasi lansia.

Sejak adanya ledakan ekonomi pada 1980-an, populasi Jepang terus menurun dengan tingkat kesuburan 1,3--jauh di bawah angka 2,1 yang diperlukan untuk mempertahankan populasi yang stabil tanpa adanya imigrasi. Sementara, angka kematian telah melampaui angka kelahiran di Jepang selama lebih dari 1 dekade. Hal ini menimbulkan masalah yang semakin besar bagi para pemimpin negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia.

Diketahui, Jepang merupakan salah satu negara dengan angka harapan hidup tertinggi di dunia sehingga berkontribusi terhadap meningkatnya populasi lansia, dilansir CNN.  

Guna mengatasi kondisi kekurangan tenaga kerja yang meningkat serta upaya menghidupkan lagi perekonomian yang tengah lesu, pemerintah negeri Sakura mendorong lebih banyak warga lansia Jepang dan ibu rumah tangga untuk kembali bekerja dalam sepuluh tahun terakhir.

 

Lansia dan Ibu Rumah Tangga Kembali Bekerja

Perusahaan Mainan Jepang Rancang Boneka Pintar untuk Obat Rindu Lansia pada Cucu
Seorang lansia yang mencoba Boneka Ami-chan produksi perusahan mainan, Takara Tomy. (dok. YouTube タカラトミー TAKARATOMY / https://www.youtube.com/watch?v=D-nGW6hdWOk&t=190s / Gabriella Ajeng Larasati)

Tampaknya langkah tersebut lumayan berhasil. Sebanyak 25,2 persen lansia di Jepang tercatat bekerja pada 2022 dan jumlahnya meningkat selama 19 tahun berturut-turut menjadi 9,12 juta yang merupakan rekor baru.

Kementerian Dalam Negeri Jepang menyebut, para pekerja berusia 65 tahun ke atas kini mengisi sekitar 13 persen dari tenaga kerja nasional. Penyerapan tenaga kerja lansia di Jepang termasuk yang tertinggi di antara negara-negara besar, tambahnya.

Pada pekerja usia 65 tahun ke atas, paling banyak mengisi lapangan pekerjaan di sektor grosir dan ritel yakni sebanyak 1,27 juta orang, diikuti 1,05 juta orang di industri jasa, dan 1,04 juta orang di sektor medis dan welfare.

Dari seluruh pekerja lanjut usia--tidak termasuk eksekutif di perusahaan dan organisasi lainnya--4,05 juta diantaranya adalah pekerja non-reguler, seperti pekerja paruh waktu dan pekerja kontrak yang mencakup 76,4 persen dari total pekerja.

Saat ini, jumlah pekerja non-reguler lansia meningkat sebesar 2,26 juta dibandingkan 10 tahun sebelumnya, dikutip dari Japantimes

 

Jepang Berjuang Atasi Krisis

Pemerintah Jepang telah berjuang untuk mencegah penurunan populasi agar tidak berdampak buruk pada perekonomian, sembari menanggapi kebutuhan mendesak dan terus meningkat dari warga lanjut usia, dimana banyak di antara mereka yang hidup sendirian dan membutuhkan dukungan pribadi.

Langkah-langkah Jepang untuk meningkatkan angka kelahiran belum berhasil, sementara pihak berwenang masih ragu-ragu menerima pekerja migran dalam jumlah besar untuk menutupi kekurangan tersebut. Tahun lalu, jumlah bayi yang lahir turun menjadi kurang dari 800.000 untuk pertama kalinya sejak pencatatan dimulai pada abad ke-19.

Melonjaknya belanja jaminan sosial telah menambah besarnya utang Jepang dan kekurangan generasi muda telah menyebabkan banyak industri kekurangan tenaga kerja – termasuk yang merawat para lansia. Mendorong pekerja lanjut usia saja tidak cukup untuk mengimbangi dampak sosial dan ekonomi dari krisis demografi.

 

Negara Lain yang Mengalami Krisis Serupa

Pada Januari tahun ini, Perdana Menteri Fumio Kishida mengingatkan bahwa Jepang di ambang tidak mampu mempertahankan fungsi sosial.

Kishida menambahkan bahwa dukungan pengasuhan anak adalah “kebijakan paling penting” dari pemerintah, dan penyelesaian masalah ini “tidak bisa menunggu lebih lama lagi.”

Negara-negara tetangga, Tiongkok, Korea Selatan, Singapura dan Taiwan juga mengalami krisis serupa, berjuang untuk mendorong kaum muda untuk memiliki lebih banyak anak, di tengah meningkatnya biaya hidup dan ketidakpuasan sosial.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya