Liputan6.com, Jakarta - Peringatan Hari Jantung Sedunia 2023 jatuh bertepatan tanggal 29 September. Pada momen ini, masyarakat diingatkan dengan risiko penyakit jantung akibat dari stres.
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Erta Priadi Wirawijaya membenarkan bahwa stres memang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung. Hal ini terkait dengan berbagai perubahan fisik dan biologis yang terjadi dalam tubuh saat mengalami stres.
Baca Juga
Secara ilmiah, ada beberapa penjelasan tentang apa yang terjadi pada jantung saat seseorang mengalami stres yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.
Advertisement
"Pertama, peningkatan tekanan darah. Stres dapat memicu pelepasan hormon stres, seperti adrenalin, yang meningkatkan tekanan darah. Tekanan darah yang tinggi adalah faktor risiko utama penyakit jantung," jelas Erta saat konferensi pers Hari Jantung Sedunia 2023, ditulis Jumat (29/9/2023).
"Kedua, perubahan detak jantung. Stres dapat memengaruhi detak jantung. Beberapa orang mengalami peningkatan denyut jantung (takikardia) saat stres, yang jika berlangsung dalam jangka panjang dapat meningkatkan beban kerja jantung."
Hormon Stres Meningkat
Ketiga, peningkatan produksi hormon stres. Selain adrenalin, hormon stres lainnya seperti kortisol juga dapat meningkat selama stres.
"Kortisol dapat memengaruhi metabolisme tubuh dan menyebabkan peningkatan kadar gula darah, yang dapat memengaruhi kesehatan pembuluh darah," lanjut Erta.
Stres Picu Peradangan Tubuh
Keempat, peradangan. Stres kronis dapat memicu peradangan dalam tubuh.
"Peradangan kronis merupakan faktor risiko penyakit jantung karena dapat merusak dinding arteri dan meningkatkan risiko pembentukan plak aterosklerosis," Erta Priadi Wirawijaya menerangkan.
Aterosklerosis adalah kondisi menumpuknya lemak, kolesterol, dan zat lain di dalam dan di dinding arteri.Timbunan plak kolesterol di dinding arteri yang menyebabkan terhalangnya aliran darah.
Jika pecah, gumpalan plak menyebabkan oklusi akut arteri. Aterosklerosis sering tidak memiliki gejala sampai plak pecah atau penumpukannya cukup parah sehingga menghalangi aliran darah.
Advertisement
Perilaku Tidak Sehat
Kelima, perubahan perilaku sehat. Orang yang mengalami stres sering kali cenderung melakukan perilaku yang tidak sehat, seperti makan berlebihan, mengonsumsi alkohol berlebihan atau merokok.
"Ini adalah faktor tambahan yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung," tambah Erta Priadi Wirawijaya.
Keenam, gangguan tidur. Stres dapat mengganggu pola tidur, dan kurang tidur atau tidur yang buruk telah dikaitkan dengan risiko penyakit jantung yang lebih tinggi.
"Penting untuk diingat bahwa respons terhadap stres dapat bervariasi dari individu ke individu, dan tidak semua orang akan mengalami efek yang sama,"
"Namun, jika stres menjadi kronis dan tidak diatasi dengan baik, dapat meningkatkan risiko penyakit jantung pada individu yang rentan," tutup Erta.
Pekerja yang Stres Bisa Kena Penyakit Jantung
Merujuk sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of American Heart Association, pekerja pria yang mengalami stres dan merasa kurang dihargai memiliki kemungkinan dua kali lebih besar terkena penyakit jantung.
Para peneliti mengamati 6.465 pekerja kantoran, pria dan wanita, selama total 18 tahun dari tahun 2000-2018. Para peserta tidak memiliki penyakit kardiovaskular. 3.118 peserta adalah laki-laki dan 3.347 perempuan, dengan rata-rata usia 45.
Stres karena Pekerjaan
Menurut studi lain yang diterbitkan di Frontiers in Psychology, stres yang berhubungan dengan pekerjaan dikonseptualisasikan sebagai kurangnya keadilan antara upaya yang dilakukan dan imbalan yang diterima di tempat kerja.
Penulis utama studi Mathilde Lavigne-Robichaud, R.D., M.S., kandidat doktor, Unit Penelitian Kesehatan Populasi dan Praktik Kesehatan Optimal, CHU de Québec-Université Laval Research Center di Quebec, Kanada, mengatakan, "Ketegangan pekerjaan mengacu pada lingkungan kerja di mana karyawan menghadapi kombinasi tuntutan pekerjaan yang tinggi dan rendahnya kendali atas pekerjaan mereka.
Para peneliti Kanada juga mempelajari dampak stres terhadap kolaps koroner.
Studi tersebut menemukan bahwa pria yang berjuang dengan salah satu masalah ini (pekerjaan yang membuat stres dan kurang menghargai) mengalami peningkatan risiko penyakit jantung sebesar 49 persen, dibandingkan dengan pria yang tidak melaporkan stres tersebut.
Pria yang merasakan stres dan ERI secara bersamaan memiliki risiko dua kali lipat terkena penyakit jantung, dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami kombinasi tersebut.
Advertisement