4 Aspek yang Peternak Indonesia Bisa Tiru dari Belanda, Demi Dongkrak Produksi Susu Sapi Perah

Aturan, teknologi, jumlah lahan dan ternak yang berbeda. Namun, ada beberapa aspek yang bisa diadaptasi peternak Indonesia dari cara peternak Belanda merawat sapi perah.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 15 Jan 2024, 11:50 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2023, 18:10 WIB
Peternak Belanda, Wim van Ittersum, tengah menjelaskan kondisi sapi yang sehat kepada peternak muda Indonesia Tatok, Munir, Bagus dan Yahdi.
Peternak Belanda, Wim van Ittersum, tengah menjelaskan kondisi sapi yang sehat kepada peternak muda Indonesia Tatok, Munir, Bagus dan Yahdi. Keempat peternak muda Indonesia termasuk dalam 12 orang pemenang Program Young Progressive Farmer Academy yang digagas PT Frisian Flag Indonesia

Liputan6.com, Mastenbroek Wim van Ittersum (58) terlihat mengambil jeda mengurus ratusan sapi perah pagi itu. Mengenakan pakaian terusan khas beternak dan sepatu boot, Wim menemui kami yang baru saja tiba di rumah sekaligus peternakan sapinya yang berada di Mastenbroek, Belanda.

"Hallo, apa kabar?," sapanya dalam bahasa Inggris ke tim Frisian Flag Indonesia, pejabat Kementerian Pertanian Republik Indonesia, akademisi dan asosiasi dokter hewan serta media yang ikut serta ke Belanda pada akhir September 2023.

Di pertemuan pertama itu, Wim dengan antusias bercerita bahwa dirinya berasal dari keluarga peternak sapi perah. Sehingga, sejak kecil ia sudah akrab dengan kehidupan peternakan sapi.

Peternakan yang dia miliki sekarang dulunya milik sang ayah tapi bukan dengan cuma-cuma ia mendapatkannya. Wim harus membeli peternakan tersebut dari sang ayah.

Berawal dari 70-an ekor sapi sang ayah, saat ini Wim memiliki 280-an sapi yang 200 diantaranya adalah sapi perah dan sisanya sedang hamil dan sapi kecil atau pedet.

 

Para peternak muda Indonesia belajar langsung mengurus sapi di Belanda lewat program Young Progressive Farmer Academy sebuah program yang digagas oleh PT Frisian Flag Indonesia.
Sapi jenis holstein milik Wim tengah grazing.

Ia mengelola peternakan sapi perah itu di atas lahan 110 hektar yang 60 hektar diantaranya untuk sapi melakukan grazing (makan rumput di padang luas) bersama istri, Wolterien (57) serta dua anaknya.

"Anak saya yang ketiga bekerja penuh waktu di sini, sementara anak yang pertama membantu beberapa hari dalam seminggu lantaran dia bekerja sebagai guru dairyfarming di agricultural college," kata ayah lima anak itu.

Punya pengalaman puluhan tahun jadi peternak sapi perah, Wim mau berbagi ilmu yang dimiliki kepada peternak Indonesia yakni Yahdi, Bagus, Munir, dan Tatok. Keempatnya termasuk dari 12 peternak muda Indonesia yang terpilih studi banding ke Belanda alam Program Young Progressive Farmer Academy yang digagas PT Frisian Flag Indonesia.

Peternak Muda RI Belajar Bikin Sapi Nyaman dan Bahagia

Wim tengah menjelaskan bahwa sebagai seorang peternak harus memiliki kepekaan untuk melihat dan berpikir tentang apa yang dialami sapi yang dimiliki.
Wim tengah menjelaskan bahwa sebagai seorang peternak harus memiliki kepekaan untuk melihat dan berpikir tentang apa yang dialami sapi yang dimiliki. Sehingga, bila sapi terlihat ada masalah bisa segera dicari tahu penyebab dan solusinya.

Munir pria 38 tahun asal Jawa Timur ini mencatat bahwa kenyamanan sapi itu adalah hal yang diperhatikan oleh peternak Belanda.

"Di sini kandang lebih diperhatikan sehingga puncaknya kesejahteraan dari sapi ini lebih diperhatikan. Kalau sapi sejahtera maka akan menghasilkan kesehatan sapi yang bagus dan susu yang bagus," kata Munir.

Senada dengan Munir, hal menarik bagi Yahdi adalah soal sistem bedding atau alas kandang sapi serta sapi-sapi di Belanda tidak menerapkan kandang ikat melainkan bebas.

"Sepulang dari sini, sesuai rencana saya akan melakukan perubahan di sektor kandang. Perubahan dari kandang ikat menjadi kandang free stall," kata pria asal Bogor Jawa Barat itu.

 

Peternak muda tengah mendengarkan penjelasan Wim soal pemberian pakan pada sapi perah.
Peternak muda tengah mendengarkan penjelasan Wim soal pemberian pakan pada sapi perah.

Senada dengan kedua rekannya, Tatok pria asal Jawa Timur ini juga bakal mengupayakan agar sapinya lebih nyaman lagi.

"Ibarat sapi itu karyawana, kalau karyawan dimanjakan akan bekerja lebih giat lagi sehingga ketika sapi nyaman menghasilkan produksi susu lebih baik lagi," kata Tatok di sela-sela belajar bersama Wim.

Sementara itu bagi Bagus yang asal Jawa Tengah ini menyorot soal manajamen pakan yang dilakukan peternak Belanda. Di Negeri Kincir Angin itu juga ada musim dingin yang membuat rumput segar tidak ada. Namun, dengan silase yakni teknik pengawetan pakan ternak membuat hewan berkaki empat itu tetap dapat cukup pakan selama musim dingin.

Bagus juga berencana meniru cara Wim dalam memiliki kandang persalinan dan kandang pedet.

Paling Tidak, 4 Aspek yang Bisa Dipelajari

Deddy (topi fedora cokelat) bersama peternak muda tengah berbincang dengan dokter hewan yang mengecek sapi-sapi Wim yang hamil.
Deddy (topi fedora cokelat) bersama peternak muda tengah berbincang dengan dokter hewan yang mengecek sapi-sapi Wim yang hamil.

Dalam kunjungan bertemu peternak Belanda, turut juga juri Program Young Progressive Farmer Academy, Deddy Fachruddin Kurniawan. Dari pertemuan dengan peternak Belanda, dokter hewan yang juga peternak ini mengungkapkan bahwa paling tidak ada empat aspek yang bisa kita tiru.

"Kita perlu mengadopsi beberapa hal yang ada di Belanda, yang sedikit-sedikit kita bisa terapkan," kata Deddy.

1. Hygiene (Kebersihan)

"Kita bicara susu, itu berarti bicara bakteri. Nah, prinsip-prinsip hygiene yang kemarin diceritakan peternak di Belanda bisa dilakukan Seperti, pemberian antiseptik (pada ambing sapi) sebelum dan sesudah diperah. Lalu, soal menjaga kebersihan tempat tidur sapi," kata Deddy.

2. Animal Welfare (Kesejahteraan Sapi)

Deddy mengatakan produktivitas sapi di Belanda amat luar biasa. Seperti sapi di peternakan Wim, satu sapi dalam sehari bisa menghasilkan 40-50 liter susu. Salah satu hal yang bisa membuat produksi susu sapi tinggi adalah karena sapi nyaman.

"Sapi di sini lebih banyak menghabiskan waktu untuk tiduran daripada jalan-jalan karna sapi menghasilkan susu saat tiduran," kata pria yang juga Director Dairy Pro Indonesia, sebuah konsultan peternakan sapi di Batu, Malang.

Senada dengan para peternak muda Indonesia, Deddy juga menyorot soal cara sapi yang ditaruh di kandang bebas (free stall) bukan kandang ikat.

"Prinsip kandang sapi free stall memungkinkan sapi untuk lebih banyak tiduran di tempat bersih. Itu harus kita adopsi," sarannya.

 

3. Punya Cadangan Pakan

Wim memperlihatkan ke peternak muda rumput yang bakal dibuatnya menjadi silase, rumput fermentasi yang bisa ia berikan saat musim dingin.
Wim memperlihatkan ke peternak muda rumput yang bakal dibuatnya menjadi silase, rumput fermentasi yang bisa ia berikan saat musim dingin.

Kebiasaan peternak tradisional Indonesia adalah mengarit pagi ini untuk dikasih hari ini. Lalu, sore mengarit lagi mencari rumput untuk diberikan ke sapi. Menurut Deddy, cara ini sebaiknya pelan-pelan diubah. Peternak di Indonesia sebaiknya memiliki jumlah pakan yang memadai termasuk membuatnya menjadi silase atau rumput fermentasi.

"Silase ini bisa disimpan untuk berbulan-bulan, digunakan sewaktu-waktu bila mau digunakan untuk pakan ternak," terang pria lulusan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor itu.

4. Berpikir untuk Mulai Gunakan Teknologi

Peternak Belanda memanfaatkan teknologi dalam menjalankan peternakan sapi perah. Sebut saja ada alat pemerah, robot pemerah, bahkan ada robot yang bertugas mengantarkan pakan agar lebih dekat dengan sapi.

"Kehadiran teknologi ini bukan untuk meningkatkan produksi tapi supaya memudahkan pekerjaaan," kata Deddy.

Contohnya, bisa membeli mesin perah seharag Rp14-15 juta. Alat ini bisa digunakan beruntuk 8 ekor sapi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya