Banyak Kasus Bullying, Orangtua Diminta untuk Luangkan Waktu Mendengarkan Anak Bercerita

Mendeteksi dini apa yang dialami anak di sekolah dan lingkungan pertemanannya dengan mendengarkan cerita anak.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Jan 2024, 20:13 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2023, 07:00 WIB
anak
ilustrasi ibu dan anak/Photo by Kenny Krosky on Unsplash

Liputan6.com, Jakarta Di tengah kesibukan pekerjaan dan rumah tangga, orangtua sebaiknya tetap punya waktu untuk mendengarkan cerita anak. Sehingga anak bisa bercerita pengelaman keseharian dia, termasuk saat di sekolah mengingat akhir-akhir ini banyak kasus bullying. 

"Sebagai orangtua, pekerjaan kita banyak di kantor, di rumah nanti masih bersih-bersih, beres-beres. Ketika anak ingin cerita, nanti dululah, seolah-olah dia bukan bagian dari yang harus kita dengarkan," kata Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Amurwani Dwi Lestariningsih.

Meluangkan waktu untuk anak, penting karena anak-anak terkadang mendapatkan perlakuan-perlakuan yang tidak menyenangkan di sekolah. Seperti mendapatkan bullying atau perundungan di sekolah. 

Seperti diketahui, bullying bukan cuma fisik tapi juga psikis yang sulit dideteksi karena tidak ada bukti fisik.

"Kekerasan psikis itu sebenarnya lebih kejam daripada fisik, kalau fisik, memar kelihatan, patah, dia kelihatan," kata Amurwani Dwi Lestariningsih mengutip Antara.

Selain itu, pemulihan anak korban kekerasan psikis membutuhkan upaya dan waktu yang lebih berat karena pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan tersebut terekam dalam memorinya.

Korban Bullying Bisa Jadi Pelaku

Amurwani mengatakan anak korban bullying berpotensi untuk melakukan perbuatan yang sama kepada orang lain jika tidak ditangani dengan baik.

Oleh karena itu, pihaknya bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah menyusun Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan untuk mencegah terjadinya kekerasan di sekolah.

"Ketika menyusun Permendikbud 46 itu, bahwa siapapun pelaku kekerasan, baik itu secara psikis, fisik, kepada anak-anak terutama, maka tidak bisa ditoleransi," katanya.

Amurwani Dwi Lestariningsih berharap dengan adanya peraturan tersebut, para pelaku kekerasan terhadap anak di sekolah dapat menerima hukuman yang setimpal.

Kasus Bullying di Sekolah Baru-Baru Ini

FF (13) siswa SMP korban perundungan di Cimanggu, Cilacap mengalami patah tulang rusuk. (YouTube Liputan6)
FF (13) siswa SMP korban perundungan di Cimanggu, Cilacap mengalami patah tulang rusuk. (YouTube Liputan6)

Belum lama ini, publik dikagetkan dengan bullying yang dilakukan siswa dari SMP di Cimanggu, Cilacap kepada siswa lainnya.

Akibat kekerasan bertubi-tubi, korban mengalami luka fisik yang cukup serius. Korban berinisial FF mengalami patah tulang rusuk. Hal ini diketahui setelah tim dokter dari RSUD Majenang Cilacap melakukan observasi.

Dokter RSUD Majenang Cilacap, dr Rahmana mengatakan, korban langsung dirujuk ke RSUD Prof Dr Margono Soekarjo untuk menjalani operasi.

"Kami observasi menyeluruh mulai dari rontgen kepala dan dada. Kemudian kami konsultasikan ke dokter spesialis bedah. Hasilnya, maka pasien dirujuk ke RSUD Margono," kata Rahmana dikutip dari kanal YouTube Liputan6, Senin (2/10/2023).

 

Tak Satu Sekolah Lagi

Guna menghilangkan trauma korban, maka pelaku tidak lagi bersekolah di sekolah yang sama. Sementara proses hukum tetap berjalan.

“Supaya menghilangkan traumatik, pelaku dipindahkan (sekolahnya) di tempat lain. Proses hukum tetap berjalan supaya dituntaskan hukumannya.”

 

Perkembangan Bullying di Indonesia
Infografis Kasus Bullying (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya