YLKI: Genosida Terselubung ke Anak Bangsa Jika Pengendalian Tembakau dalam RPP UU Kesehatan Tak Kuat

Jika pengendalian tembakau dalam RPP UU Kesehatan tak kuat, bisa terjadi genosida terselubung.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 23 Nov 2023, 10:00 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2023, 10:00 WIB
Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi
Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan jika pengendalian tembakau tak kuat maka bisa menimbulkan genosida terselubung terhadap generasi muda bangsa. (Dok Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Liputan6.com, Jakarta Jika pengendalian tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah Undang-Undang Kesehatan atau RPP UU Kesehatan tak kuat, maka dikhawatirkan menimbulkan genosida terselubung terhadap generasi muda bangsa. Generasi muda bisa menjadi generasi yang sakit-sakitan.

Pernyataan penguatan pengendalian tembakau pada RPP UU Kesehatan di atas ditegaskan oleh Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.

"Kalau pengendalian tembakau di RPP Kesehatan tidak dikendalikan, maka in merupakan genosida yang terselubung, genosida yang tersembunyi terhadap generasi muda kita," tegas Tulus saat ditemui Health Liputan6.com di bilangan Jakarta Selatan, Rabu (22/11/2023).

"Pada akhirnya, mewujudkan generasi yang sakit-sakitan, generasi yang tidak bermutu dan masyarakat akan rentan dengan kesehatannya. Pemerintah nantinya bisa semakin besar belanja kesehatan yang dijamin dalam BPJS Kesehatan."

Penyakit Tidak Menular Akibat Rokok

Sebagaimana data BPJS Kesehatan, lanjut Tulus, penyakit tidak menular menyumbang pengeluaran besar dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Utamanya, penyakit tidak menular yang diakibatkan oleh gaya hidup merokok.

Sebut saja, penyakit jantung, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dan pneumonia.

"Data BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa penyakit-penyakit tidak menular atau penyakit-penyakit katastropik itu pengeluarannya sangat besar. Salah satunya, yaitu gaya hidup yang tidak sehat, kental dengan rokok, merokok dan lainnya," tandasnya.

"Ya faktor risiko penyakit tidak menular kan banyak, tapi dominasi pengaruh karena rokok yang sangat mengkhawatirkan."

Dukung Kemenkes Kendalikan Aturan Produk Tembakau

Ilustrasi merokok
Ilustrasi merokok/Copyright unsplash/Andres Siimon

Demi melindungi generasi muda dari paparan produk tembakau termasuk rokok, Tulus Abadi mengajak seluruh elemen ikut serta mendukung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dalam penyusunan RPP UU Kesehatan. Khususnya menyoal pengamanan zat adiktif.

"Mari kita menguatkan Kemenkes agar tidak ragu-ragu menyusun aturan pengendalian tembakau. Kadang di semua kementerian menolak (soal pengendalian tembakau), nah Kemenkes jadinya sendirian," ucapnya.

"Lantas, siapa yang melindungi masyarakat, konsumen dari sisi kesehatan, kalau ideologi dan kedaulatan Kemenkes itu kecil? Kami minta Kemenkes tidak ditinggal dalam menghadapi tekanan dari kementerian lain karena Kemenkes harus menjadi garda depan dalam kesehatan."

Kesehatan Merupakan Hak Asasi Manusia

Dimensi kesehatan bagi Tulus merupakan hak asasi manusia dan hak asasi Warga Negara Indonesia.

"Ini kan konteksnya pengendalian tembakau, kontrol-kontrol itu ya pengendalian, ada pembatasan, ada traffic control-nya," pungkasnya.

"Jadi bicara kesehatan itu derajatnya lebih tinggi, sedangkan rokok atau merokok jadi opsi. Kalau negara ini masih menjunjung tinggi konstitusi bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia, maka tidak ada alasan apapun untuk menolak mengendalikan tembakau."

Jumlah Perokok Dewasa Naik

Mengabaikan Kesehatan Otot Kaki hingga Efek Duduk Terlalu Lama
Ilustrasi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi peningkatan signifikan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang. Credit: pexels.com/Lilartsy

Berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey (GATS) Tahun 2022, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi peningkatan signifikan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang, yaitu dari 60,3 juta pada tahun 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada tahun 2021.

Selain itu, ada peningkatan prevalensi rokok elektronik pada tahun 2011 sebesar 0,3 persen, angka tersebut naik 10 kali lipat pada tahun 2021 meningkat menjadi 3 persen.

PP 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau sangat lemah sehingga target penurunan prevalensi perokok anak dari tidak tercapai, bahkan meningkat.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memprediksi di akhir masa periode pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2024 juga tidak akan ada penurunan prevalensi perokok anak.

Konsumsi Zat Adiktif Sangat Memprihatinkan

Tulus Abadi menambahkan, Indonesia juara dunia dalam hal merokok, konsumsi zat adiktif di Indonesia sangat memprihatinkan dan mengancam kesehatan serta ekonomi masyarakat. Apalagi mayoritas perokok adalah dari kalangan keluarga pra sejahtera.

Kerugian yang diakibatkan oleh penyakit akibat rokok, dan hilangnya produktivitas akibat penyakit dan kematian dini juga memperlambat laju roda ekonomi, sehingga beban negara akibat rokok lima kali lipat cukai rokok.

Alasan Rokok Harus Dikendalikan

Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan alasan di balik mengapa rokok harus dikendalikan di Indonesia. Hal itu tak lain dikarenakan rokok membuat kejadian penyakit tidak menular dan pembiayaannya menjadi tinggi.

"Tingginya angka penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian penyakit tidak menular yang menyebabkan angka kematian dan pembiayaan yang tinggi. Misalnya, penyakit jantung, stroke, dan kanker," ungkapnya dalam acara Puncak Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia bersama Kemenkes RI, Kamis (8/6/2023).

"Bukan soal merokoknya saja dan tidak ada keluhan pada saat itu. Tetapi jangka panjang dan internal metabolisme yang terjadi di dalamnya berpengaruh pada kesehatan manusia."

Fakta soal tingginya perokok di Indonesia akhirnya mengharuskan Pemerintah melakukan implementasi aturan, kebijakan, evaluasi, edukasi, dan promosi kepada masyarakat.

Selain dalam hal lahan pertanian dan aturan baru rokok elektrik, kurikulum sekolah dan penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pun ikut menjadi penting untuk dilibatkan. 

"Penguatan kegiatan edukasi bahaya tembakau melalui media digital dan integrasi edukasi tembakau di dalam kurikulum sekolah masih harus kita tingkatkan," lanjut Dante.

"Kemudian penguatan regulasi tembakau sebagai kawasan tanpa rokok di tingkat daerah juga harus kita laksanakan. Saat ini, sudah ada 86 persen daerah yang mempunyai aturan KTR. Kita harapkan di 2023 nanti akan 100 persen." 

Infografis: Redam Kanker dengan Cukai Rokok (Liputan6.com / Abdillah)
(Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya