Liputan6.com, Jakarta Bila melihat di sekeliling, makin banyak anak muda yang memilih untuk menunda menikah. Di kota-kota besar, banyak juga yang sudah berusia 27 atau 30-an tetap santai kehidupan lajang tanpa merasa diburu-buru berumah tangga.
Terkait tren ini, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan usia menikah mundur.
Baca Juga
"Semakin kaya, pendidikan semakin tinggi dan bermukim di perkotaan, berkolerasi erat dengan median usia menikah yang semakin mundur," kata Hasto Wardoyo pada Senin, 11 Maret 2024 mengutip Antara.
Advertisement
Berdasarkan laporan kinerja Kedeputian Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) BKKBN, median usia kawin pertama (MUKP) perempuan juga semakin mundur dalam rentang waktu tahun 2020-2023.
Target MUKP pada tahun 2020 yakni usia 21,9 tahun, dengan realisasi yakni 20,7 tahun sebesar 94,5 persen. Sedangkan pada tahun 2021, target MUKP yakni 22 tahun, dengan realisasi 20,71 tahun sebesar 94,1 persen.
Kemudian, pada tahun 2022, target MUKP yakni 22 tahun, sedangkan realisasinya yakni 21 tahun sebesar 95,5 persen. Dalam rentang waktu tiga tahun tersebut, realisasi MUKP belum pernah mencapai 100 persen, yang artinya target perempuan menikah pertama sesuai saran BKKBN belum tercapai maksimal.
Pada tahun 2023, dari target MUKP 22,1 tahun, telah tercapai 22,3 tahun, atau 100, 90 persen, yang artinya, sebagian perempuan menikah untuk pertama kali di usia 22,3 tahun pada tahun 2023, setelah sebelumnya selama tiga tahun terakhir usia menikah perempuan rata-rata pada 20-21 tahun.
Â
Angka Pernikahan di 2023 Turun, Efeknya?
Hasto juga menyinggung angka pernikahan yang mengalami penurunan signifikan pada 2023, mencapai rekor terendah dalam satu dekade terakhir.
Pada 2023 ada 1,58 juta pernikahan, sementara pada 2013 ada 2,21 juta pernikahan. Penurunan angka pernikahan berpengaruh terhadap bonus demografi hingga laju pertumbuhan penduduk."
"Kondisi ini (pernikahan yang menurun) berpengaruh terhadap bonus demografi, angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR), laju pertumbuhan penduduk, angka pendapatan kelas menengah atau middle income trap, dan berpengaruh juga terhadap upaya Indonesia menjadi empat negara besar di dunia," kata Hasto.
Â
Advertisement
Persentase Penurunan Usia Menikah
Hasto menegaskan bahwa BKKBN akan memetakan berapa persentase pernikahan yang menurun dari usia menikah yang datanya ada di masing-masing wilayah di Indonesia. Lalu, bakal melihat wilayah yang persentase pernikahannya yang semakin besar atau menurun.
Kemudian, BKKBN akan melihat angka kelahiran total atau TFR di masing-masing daerah. Bila angka kelahiran total tinggi meski angka pernikahan turun menurut Hasto mesti disyukuri karena penduduk tumbuh seimbang.
"Tetapi kalau TFR-nya sudah rendah, ya akan kita upayakan agar angka pernikahan tidak turun," tuturnya.
Terkait masalah median usia pernikahan yang menurun ini, BKKBN tidak akan menerapkan kebijakan yang sama, tetapi menyesuaikan dengan kondisi di wilayah masing-masing.
"Jadi tidak one fits for all, tidak semua dengan kebijakan yang sama, akan kami lihat satu per satu masing-masing provinsi," kata dia.
Â