Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dan Stop TB Partnership Indonesia menghadiri pertemuan di Filipina untuk membahas langkah-langkah dalam mencapai eliminasi TB pada 2030. Dalam pertemuan itu, disampaikan bahwa kolaborasi, inovasi, dan komitmen politik sangat diperlukan untuk mencapai eliminasi TB, usai pandemi COVID-19 menghantam dunia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI), Budi Gunadi Sadikin, juga berbagi pengalaman dan strategi, seperti digitalisasi layanan TB, perbaikan infrastruktur, serta kerjasama lintas sektor dalam memerangi TB. "Di Indonesia, Jaminan Kesehatan Nasional tidak akan membayar fasilitas kesehatan jika tidak memasukan data pasien ke sistem informasi tuberkulosis. Hal ini dapat membantu pendataan pasien menjadi lebih efisien," kata Menkes Budi seperti dikutip dari situs Sehat Negeriku pada Selasa, 19 Maret 2024.
Baca Juga
Menkes Budi juga menyinggung pentingnya vaksinasi dalam mengatasi penyakit infeksi menular seperti Tuberkulosis (TB). Ia mengungkapkan bahwa vaksin TB menjadi penentu keberhasilan eliminasi penyakit ini, seperti yang terjadi pada kasus cacar.
Advertisement
Dirinya juga menyebutkan bahwa vaksin COVID-19 dapat selesai dalam waktu 22 bulan, sehingga membingungkan mengapa tidak ada vaksin yang lebih baik untuk TB. Selain itu, Menkes Budi juga mengakui bahwa kemitraan sebagai faktor kunci dalam percepatan eliminasi TB, dan percaya bahwa kerja kolaboratif akan membawa kesuksesan dalam mengakhiri penyakit ini.
Lebih lanjut, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI, Imran Pambudi, menekankan pentingnya kemitraan multisektor dalam upaya eliminasi tuberkulosis (TBC) di Indonesia. Mulai dari pencegahan, promosi kesehatan, hingga pemberian akses layanan.
Â
Â
Pengobatan TB Bisa Efektif Melalui Kampanye
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Melki Laka Lena, juga berbagi praktik baik kerjasama antara lembaga legislatif dan eksekutif dalam pengembangan program pendidikan tentang TB. Program ini juga berfokus pada populasi rentan di daerah terpencil, permukiman kumuh perkotaan, penjara, dan komunitas terpinggirkan.
"Kita juga mengupayakan penyebaran pesan pencegahan dan pengobatan TB bisa efektif melalui kampanye yang melibatkan organisasi lokal dan tokoh masyarakat," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Ketua Stop TB Partnership Indonesia, Nurul Luntungan menyatakan bahwa mencapai eliminasi TB di Indonesia pada tahun 2030 memerlukan kerja sama, investasi berkelanjutan, komitmen politik, dan kepemimpinan yang kuat. Dia menekankan pentingnya memastikan implementasi Peraturan Presiden tahun 2021 terus diperkuat melalui kolaborasi multi-sektor dan pendanaan yang memadai di tingkat global, nasional, dan sub-nasional.
Â
Advertisement
Pengendalian TB Butuh Bantuan Semua Pihak
Sementara itu, Asisten Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Global Jepang, Dr Eiji Hinoshita juga mengatakan bahwa semua pemangku kepentingan harus bekerja sama untuk meningkatkan inovasi dalam menghadapi pandemi dan mengendalikan TB. Dia menyoroti pentingnya strategi G20 dan kerja sama untuk mengakhiri TB pada tahun 2030, dengan Jepang memberikan bantuan keuangan dan teknis untuk wilayah Asia Tenggara.
Ditambahkan Senior Adviser Stop TB Partnership Indonesia, Prof Tjandra Yoga bahwa praktik baik di Indonesia saat ini harus bisa dilanjutkan dan diperkuat. Hal itu bisa tercapai dengan tiga cara, di antaranya peningkatan angka kesembuhan, komitmen presiden dalam bentuk Peraturan presiden (Perpres) yang harus dijaga implementasinya.
"Terakhir, pembicaraan tentang indikator TB perlu dimasukkan dalam program Indonesia emas 2045," tambahnya.