Kemenkes Sebut Tak ada Hubungan Antara Nyamuk Wolbachia dan Keganasan Nyamuk Dengue

Dirjen Maxi menjelaskan, karakteristik nyamuk Aedes aegypti di daerah yang telah disebarkan maupun belum disebarkan nyamuk ber-wolbachia tetap sama.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 02 Apr 2024, 07:45 WIB
Diterbitkan 02 Apr 2024, 07:37 WIB
Ilustrasi nyamuk demam berdarah (DBD)
Ilustrasi nyamuk demam berdarah (DBD). (Photo by FotoshopTofs on Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maxi Rein Rondonuwu menegaskan tidak ada hubungan antara penyebaran nyamuk berwolbachia dengan tingkat keganasan nyamuk Aedes aegypti, penyebab demam berdarah dengue.

Maxi menjelaskan, karakteristik nyamuk Aedes aegypti di daerah yang telah disebarkan maupun belum disebarkan nyamuk ber-wolbachia tetap sama. Tanda dan gejala orang yang terkena gigitan nyamuk Aedes aegypti juga sama, seperti demam tinggi yang diikuti nyeri otot, mual, muntah, sakit kepala, mimisan, dan gusi berdarah.

“Secara keseluruhan karakteristik dan gejalanya sama. Bahkan, tidak ada perbedaan jumlah nyamuk Aedes aegypti sebelum dan setelah wolbachia dilepaskan,” kata Maxi di Jakarta, Senin (1/4).

Penyebaran nyamuk Wolbachia hingga kini telah dilakukan di 5 kota yakni Semarang, Kupang, Bontang, Bandung, dan Jakarta Barat.

Penetapan kelima wilayah tersebut dengan mempertimbangkan kesiapan stakeholder dan masyarakat setempat.

Semarang menjadi lokasi pertama yang melaksanakan penyebaran nyamuk ber-wolbachia, diikuti dengan Kota Bontang dan Kota Kupang. Sampai saat ini, pelaksanaan tersebut belum menyeluruh di semua wilayah.

Di Kota Semarang, penyebaran nyamuk ber-wolbachia dilakukan di 4 kecamatan, Kota Bontang di 3 kecamatan dan Kota Kupang di 1 kecamatan. 

 

 

Penyebaran di Wilayah Bandung

Sementara itu, untuk wilayah Bandung, penyebaran nyamuk ber-wolbachia baru dilakukan di 1 kelurahan, yakni Pesanggrahan, Kecamatan Ujung Berung. Di Jakarta Barat, Dirjen Maxi menambahkan, penyebaran nyamuk ber-wolbachia hingga kini belum dilaksanakan.

Hal ini karena masih menunggu kesiapan masyarakat dan penandatangan Nota Kesepakatan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Jakarta dengan Kemenkes yang sempat tertunda karena terjadi pergantian pimpinan di DKI Jakarta.

Hasil Monitorin Bersama

Maxi mengungkapkan, hasil monitoring bersama antara Kemenkes dan dinas kesehatan di 5 kota tersebut menunjukkan setelah pelepasan ember nyamuk ber-wolbachia, konsentrasi nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia yang ada di alam berada di kisaran 20 persen.

Angka tersebut, lanjut Maxi, masih berada di bawah persentase nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia yang idealnya mencapai 60 persen di alam.

“Setelah populasinya mencapai 60 persen, pelepasan ember nyamuk ber-wolbachia akan ditarik kembali dan hasil penurunan kasus dengue baru akan mulai terlihat setelah 2 tahun, 4 tahun, 10 tahun dan seterusnya seperti implementasi yang dilakukan di Kota Yogyakarta,” ungkap Maxi.

 

Terbukti Efektif Turunkan Kasus Demam Berdarah

Penyebaran nyamuk ber-wolbachia telah terbukti efektif menurunkan kasus demam berdarah di Kota Yogyakarta. Sejak pertama kali disebar pada tahun 2017, nyamuk ber-wolbachia telah terbukti mampu menurunkan 77 persen angka kejadian dengue dan 86 persen kejadian masuk rumah sakit.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya