Liputan6.com, Jakarta - Sistem saraf manusia memainkan peran penting dalam mentransmisikan informasi ke otak, termasuk stimuli seperti suara, cahaya, sentuhan, dan gerakan. Namun, ada saat-saat di mana terjadi gangguan dalam pemrosesan informasi ini, yang dikenal sebagai gangguan pemrosesan sensorik atau sensory processing disorder (SPD).
Gangguan ini mengakibatkan otak salah menginterpretasikan atau merespons stimulus sensorik, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kemampuan anak dalam belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Baca Juga
Menurut psikologis klinis Rosdiana Setyaningrum, gangguan sensorik pada masa perkembangan anak hingga dewasa dapat menghambat kemampuan mereka dalam fokus belajar, bekerja, dan mengolah informasi dengan efisien.
Advertisement
SPD dapat terjadi dalam dua bentuk: gangguan sensorik yang lebih sensitif, dan yang kurang sensitif. Kedua kondisi ini dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan sehari-hari anak, mulai dari keterampilan motorik kasar dan halus hingga kemampuan sosial dan emosional.
Gangguan Pemrosesan Sensorik Sensitif
Rosdiana mengatakan bahwa gangguan sensorik yang sensitif ini bisa sangat mengganggu, seperti halnya ketika mendengarkan radio dan harus memilih dari suara 1 hingga 10.
Namun, bagi anak-anak atau orang dengan sensitivitas sensorik yang tinggi, semuanya terdengar seperti volume 9 atau 10.
"Kita dengar suara di ruangan ada AC, orang bicara, dan teman di sebelah juga bicara, tetapi kita bisa fokus mana yang perlu didengarkan,"Â kata Rosdiana.
"Bagi yang sensoriknya sensitif, semua terdengar begitu keras sehingga sulit untuk fokus pada apa yang seharusnya didengar," tambahnya.
Hal itulah yang kemudian membuat kepala menjadi pusing dan sulit berkonsentrasi.
Â
Â
Gangguan Pemrosesan Sensorik Kurang Sensitif
 Anak-anak atau orang dewasa yang mengalami gangguan pemrosesan sensorik dapat menjadi terlalu sensitif atau kurang sensitif terhadap hal-hal yang membuat mereka kesulitan.
"Ada juga gangguan sensorik yang tidak sensitif, jadi semuanya seperti tidak terdengar atau semuanya seperti tidak terlihat," kata Rosdiana dalam acara diskusi media MS School & Wellbeing Center dalam Membantu Atasi Masalah Tumbuh Kembang Anak yang dilaksanakan di Jakarta pada Rabu, 8 Mei 2024.
Maka dari itu, Rosdiana mengungkapkan bahwa ada beberapa anak yang ketika diajak bicara tetapi tidak bisa fokus.
"Kalau ada anak yang diajak ngobrol tetapi tidak nyambung dan malah kemana-mana, itu jangan-jangan dia mengalami gangguan sensorik yang tidak sensitif," katanya.
Gangguan pemrosesan sensorik ini dapat memengaruhi satu indera, seperti pendengaran, sentuhan, atau rasa. Atau dapat memengaruhi beberapa indera.
Advertisement
Gangguan Pemrosesan Sensorik Sering Disangka Autisme
Gejala SPD yang sering kali mirip dengan gejala autisme, menyebabkan banyak orang tua yang salah mengira bahwa seorang anak memiliki autisme ketika sebenarnya mereka mengalami SPD.
Rosdiana mengatakan bahwa ada sebagian orang tua yang mengunjungi terapis karena perilaku anaknya yang disangka memiliki tanda-tanda autisme.
"Jadi memang banyak yang mengira anaknya itu autis, padahal tidak, melainkan anak tersebut memiliki gangguan sensorik," kata Rosdiana.
Penting untuk melakukan diagnosis oleh para ahli agar bisa membedakan antara kedua kondisi ini, sehingga dapat memberikan intervensi yang sesuai untuk membantu anak mengatasi tantangan yang mereka hadapi.