Mari Berpikir Kritis! Pakar Kesehatan Sebut Masyarakat Harus Waspada Soal Penelitian BPA Tidak Berbahaya

Pakar kesehatan menyoroti praktik industri AMDK dalam penggunaan galon guna ulang yang dinilainya memprihatinkan karena didistribusikan menggunakan truk-truk terbuka, terpapar langsung pada suhu ekstrem, terutama panas matahari yang menyengat.

oleh stella maris diperbarui 17 Sep 2024, 16:48 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2024, 16:48 WIB
Ilustrasi air minum dalam kemasan (AMDK) galon
Ilustrasi air minum dalam kemasan (AMDK) galon/IgorVetushko-Depositophotos.com.

Liputan6.com, Jakarta Masyarakat diminta untuk bersikap kritis terhadap opini yang meremehkan tentang senyawa kimia Bisfenol A (BPA) bagi kesehatan. Pakar Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, dr. I Made Oka Negara, S.Ked, M.Biomed bahkan mengatakan kalau opini tersebut, diketahui sering datang dari penelitian yang well-confirmed tentang BPA. 

"Saya bilang, coba lihat itu penelitian yang menganggap BPA nggak masalah, (menganggap) biasa aja dan ada juga jurnalnya, ternyata itu dibiayai oleh produsen yang mendukung (BPA) itu, kita bisa lihat. Makanya kita harus pilah-pilah mana yang netral dan mana yang pro," kata dokter yang akrab disapa dr. Oka Negara di sela Seminar "BPA Free: Perilaku Sehat, Reproduksi Sehat, Keluarga Sejahtera", di Hotel Amarossa Cosmo, Jakarta (5/9).  

Tak hanya itu saja, dr. Oka Negara juga menyoroti praktik industri AMDK dalam penggunaan galon guna ulang yang dinilainya memprihatinkan. Galon-galon tersebut sering kali didistribusikan menggunakan truk-truk terbuka yang berarti terpapar langsung pada suhu ekstrem, terutama panas matahari yang menyengat. Paparan tersebut pun dapat memicu pelepasan senyawa Bisfenol A (BPA) dari dinding kemasan galon ke dalam air yang mewadahinya. 

"Galon ini menjadi masalah pada waktu akan ditransport atau didistribusikan, mulai dari yang kosong mau diisi, maupun yang sudah diisi dan (dikirim) ke distributor-distributornya. Saya lihat dan beberapa data menyebutkan bahwa walaupun mereka tidak panas, tapi dalam distribusinya bisa terpapar panas, karena ditaruh di truk-truk terbuka. Jadi paparan panas dan paparan sinar ultraviolet (UV), akan menyebabkan BPA-nya terlepas," katanya. 

"Kalau bisa, saran saya, truk-truk pengangkutnya berataplah, jadi tidak ada pengaktifan BPA-nya jadi tergelontor lepas. Dalam konteks kandungan senyawa kimia BPA, beberapa penelitian sudah sangat masif menjelaskan bahwa BPA berbahaya secara akumulatif untuk kesehatan," katanya lagi. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Senyawa Kimia yang Ganggu Hormon

Selama ini dr. Oka Negara dikenal karena kompetensinya di bidang kesehatan seksual dan reproduksi. Pria yang juga aktif di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Bali itu juga mengatakan bahwa paparan senyawa Bisfenol A (BPA), terutama saat janin masih dalam kandungan, dapat menyebabkan kelainan pada organ reproduksi pria. 

"BPA ini masuk dalam konteks Endocryn Disrupting Chemicals (EDCs) atau bahan-bahan kimia yang mengganggu hormon. Jika (BPA) dikonsumsi terus menerus bisa menimbulkan gangguan estrogen, dan pada laki-laki berpotensi mengalami micropenis, berpotensi mengalami gangguan kesuburan. Kalau pada perempuan, cenderung mengalami debut seksual lebih awal, payudaranya dan panggulnya lebih besar lebih awal," katanya dr Oka Negara. 

Lebih jauh dr. Oka Negara menyebutkan  adanya kemungkinan peran BPA pada turunnya angka kesuburan perempuan, dibanding dua atau tiga dekade lalu. Hal tersebut dicurigai ada kaitannya juga dengan  dampak senyawa kimia berbahaya yang terakumulasi dan akhirnya memengaruhi kesuburan perempuan. 

"Karena sekarang saja, angka infertilitas perempuan sudah mendekati 20%, di mana pada dua atau tiga dekade lalu, kita ini mungkin masih produk para orang tua yang anaknya lebih dari empat. Tapi zaman sekarang angka fertilitasnya tidak sebesar dulu. Jangan-jangan penyebabnya adalah bahan-bahan kimia tersebut. Nah, sekarang kita lihat apakah (semua bukti ini) mau dianggap nggak apa-apa? Atau kita mau lihat generasi berikutnya adalah generasi yang benar-benar lebih sehat," kata dr. Oka Negara.  

 

(*)

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya