Membangun Masa Depan Bebas Stunting Melalui AKS dan TPPS di Lapangan

AKS dan TPPS menjadi strategi utama BKKBN untuk menurunkan stunting di Indonesia, melalui audit kasus, pendampingan keluarga berisiko, dan kolaborasi berbagai pihak guna memastikan masa depan generasi sehat.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 21 Nov 2024, 17:38 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2024, 17:38 WIB
Ilustrasi Anak Kecil, Anak, Handphone, Screentime (Gambar by AI)
Melalui AKS dan TPPS, BKKBN memperkuat pendampingan keluarga berisiko stunting dengan pendekatan berbasis data, kolaborasi lintas sektor, dan inovasi demi generasi Indonesia yang sehat dan bebas stunting.(Ilustrasi by AI)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN) terus menggencarkan upaya percepatan penurunan stunting di Indonesia. Salah satu langkah nyata adalah pelaksanaan Audit Kasus Stunting (AKS) yang kini memasuki tahun ketiga dan diadakan dalam rangkaian kegiatan AKSI PASTI Seri 4 Tahun 2024. 

Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, dr. Irma Ardiana, MAPS, menyampaikan, AKS merupakan wadah pembelajaran penting, terutama bagi pemerintah daerah. "Melalui Audit Kasus Stunting, kita belajar menggalang komitmen dari berbagai pemangku kepentingan di tingkat kabupaten dan kota," kata Irma.

Dia mencontohkan beberapa langkah inovatif di daerah, seperti pendaftaran keluarga tim audit ke program jaminan kesehatan, fasilitasi pembuatan akta lahir, isbat nikah, hingga akses pelatihan kerja untuk orang tua.

Dalam kegiatan ini, dua kabupaten menerima apresiasi atas praktik baik yang telah mereka lakukan, yaitu Kabupaten Bener Meriah di Aceh dan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) di Sumatera Selatan.

Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK), Nopian Andusti, SE, MT, yang mewakili Menteri Kemendukbangga/Kepala BKKBN, menyampaikan penghargaan atas kontribusi kedua kabupaten tersebut dalam menyampaikan praktik baik AKS.

 

 

Mendorong Realisasi dan Konvergensi Layanan

Pada kesempatan yang sama, Nopian mengingatkan pentingnya percepatan realisasi anggaran dan tahapan pelaksanaan AKS Siklus II. Berdasarkan data aplikasi Morena per 19 November 2024, realisasi anggaran Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) untuk AKS masih berada di angka 45,48 persen, atau Rp 18,84 miliar dari total Rp 41,43 miliar.

Dia menegaskan bahwa AKS adalah implementasi nyata konvergensi layanan tingkat keluarga, mulai dari calon pengantin, ibu hamil, ibu pascapersalinan, hingga balita.

 

Identifikasi Kasus Stunting Sejak Dini

Kemendukbangga/BKKBN juga mendorong Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di berbagai tingkat, mulai dari desa hingga kabupaten/kota, untuk memperkuat mekanisme operasional pendampingan keluarga berisiko stunting.

"Identifikasi kasus sejak dini menjadi kunci utama untuk mencegah terjadinya stunting baru," ujar Nopian.

Pendekatan Inovatif dan Berbasis DataPendekatan AKS yang diterapkan tidak hanya bertujuan untuk diagnosis kasus, tetapi juga memperkuat manajemen pendampingan keluarga.

Tim teknis, termasuk Tim Pendamping Keluarga (TPK), dibekali kemampuan literasi data dan pemahaman tata laksana intervensi berbasis rekomendasi pakar. Langkah ini bertujuan meningkatkan kualitas data dan memperbaiki strategi pendampingan sesuai kebutuhan spesifik keluarga.

Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, diharapkan AKS dapat memberikan dampak nyata bagi penurunan prevalensi stunting di Indonesia. Sasaran pada keluarga berisiko stunting menjadi prioritas utama untuk memastikan keberhasilan intervensi dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya